Angga Pratama dan Rian Agung Saputro adalah pemain yang lolos seleksi masuk pelatnas pada tahun 2009. Sebagai pemain junior, waktu itu mereka dimasukkan ke kelas pratama. Saya merasa pemain-pemain yang dimasukkan di kelas pratama saat itu, yang kini tersisa kurang lebih: Bella, Hera, Angga, Rian Agung, Suci, Tiara, Della, Gebby, Irfan dan Weni adalah KORBAN dari sistem kepelatihan yang salah. Mereka digembleng secara militer di Magelang selama enam bulan tanpa pernah sekali pun diturunkan bertanding di kejuaraaan-kejuaraan bulutangkis. Menurutku ini adalah kesalahan sistem yang fatal. Bagaimana mungkin seorang atlet bisa mengukur kemampuan mereka jika "hanya" diajari baris-berbaris. Mungkin mereka juga dilatih tehnik-tehnik bulutangkis, tapi latihan saja tanpa pernah merasakan atmosfer bertanding adalah hal yang sia-sia. Selepas karantina enam bulan tersebut, mereka tak kunjung dikirim ke turnamen kelas dunia. Mereka hanya dikirim ke sirnas dan Indonesia IC.
Jujur, sebagai pendukung Angga/Rian (sebenarnya Suci/Tiara juga sih), saya sangat kecewa dengan hasil di
India Open Super Series 2014 kemarin. Namun saya tidak mau menghakimi, karena saya masih melihat mereka berada di jalur positif. Secara keseluruhan grafik mereka meningkat dari tahun ke tahun sejak
dipasangkan. Mereka masih dan sedang berproses. Tahun ini mereka
berjuang untuk menaklukkan turnamen Super Series. Dan yang mereka
butuhkan adalah dukungan, bukan hujatan. Tapi bukan berarti ini juga sebuah pemakluman untuk kekalahan mereka.
Sangat tidak
adil jika membandingkan Ahsan/Hendra yang baru dipasangkan satu tahun
tapi sudah bisa berprestasi luar biasa dengan Angga/Rian yang masih berjalan selangkah
demi selangkah dan tertatih walau sudah dipasangkan sekitar lima tahun.
Tanpa mengecilkan kemampuan Ahsan, pengalaman dan prestasi Hendra sedikit banyak
membantu membawa Ahsan terbang ke level tertinggi. Sementara Angga/Rian sejak awal
seperti berjalan sendiri, menentukan arah mana yang harus dilalui. Di
awal mereka dipasangkan, mereka kurang diberi kesempatan untuk mengikuti
turnamen, karena pengurus waktu itu sangat mendewakan Kido/Hendra dan
Nova/Liliyana. Bahkan di kejuaraan beregu pun, pemain pratama waktu itu
tak diberi kesempatan (hanya Rian dan Suci/Della di TUC 2012) karena
mungkin ketakutan pengurus terdahulu yang tak berani mengambil resiko
dianggap gagal memenuhi target. Sehingga pemain yang dimasukkan skuad
tim adalah pemain-pemain yang sudah sangat senior dan itu-itu saja. Saya
sangat senang dengan skuad Sudirman Cup 2013 kemarin yang berani
mengambil resiko dengan memasukkan pemain-pemain debutan.
Tak lama selepas
Kido/Hendra memutuskan keluar dari pelatnas, Angga/Rian yang masih "hijau" dipromosikan ke
kelas utama pada waktu itu (bersamaan dengan Suci/Della). Dengan
minimnya pengalaman bertanding, mereka "dipaksa" untuk berprestasi.
Alhasil, mereka seperti anak domba yang dilepas ibunya di padang rumput
yang luas di musim kemarau, bingung harus melakukan apa. Apalagi mereka juga kehilangan
contoh figur berprestasi di pelatnas. Namun, karena sekarang sudah ada lagi contoh figur berprestasi di pelatnas (Ahsan/Hendra), saya rasa mereka
sudah mulai mengerti jalan mana yang seharusnya dilewati, apa yang harus dilakukan, hanya saja memang jalannya tak selalu mulus. Selalu saja ada kerikil ataupun duri yang menghadang di sepanjang jalan, yang seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman seharusnya bisa diatasi.
Saya
yakin semua setuju bahwa tak ada yang salah dengan kemampuan mereka.
Yang menghambat prestasi mereka selama ini adalah faktor non teknis,
saya juga tidak tahu apa. Namun yang saya lihat, sepertinya Angga dan
Rian kurang akrab di luar lapangan (ini juga terjadi pada Suci dan
Tiara). Lain halnya dengan Ahsan dan Hendra yang hampir selalu bersama
di luar lapangan (dari foto-foto yang pernah di upload PBSI). Mungkin
ini memang personal, tapi sedikit banyak kekompakan di luar lapangan
juga berpengaruh di dalam lapangan. Dulu saya pernah membaca artikel
ketika Suci/Della juara di Indonesia IC (lupa tahunnya), waktu itu
pelatih mereka bilang bahwa Suci dan Della tidak akrab di luar lapangan
karena ganda putri tidak menerapkan sistem pasangan bermain harus satu
kamar seperti ganda putra. Dari pernyataan itu saya mengira bahwa
pasangan ganda putra yang bermain berpasangan sekamar, tapi setelah secara tidak sengaja membaca
twit dari sahabatnya Angga (@Guhconk) ketika final Indonesia Open GPG 2013
kalau Angga sekamar dengan Geh dan Rian sekamar dengan Ronald, berarti
ganda putra juga tidak menerapkan sistem itu. Selain 'tos', jarang
sekali ada interaksi antara Angga dan Rian di lapangan sekarang. Beda ketika di Sudirman
Cup lalu saat mengalahkan Cai/Fu, walau juga tak banyak tapi ada komunikasi diantara mereka. Dan hasilnya jelas berbeda. Menurutku, harusnya ada salah satu
yang jadi leader diantara mereka dan satu lagi rela untuk tidak menjadi
leader. Walaupun Angga lebih muda dari Rian, tapi sepertinya Angga yang
bisa menjadi leader karena dia adalah pemain yang mengatur serangan.
Banyak
yang bilang Angga/Rian adalah juara tanpa mahkota, saya tidak setuju.
Bagi saya, juara tetap harus bermahkota. Saya pribadi masih bersabar
menuggu prestasi mereka, karena sekarang mereka sedang berproses. Dan
yang saya yakini, "proses" yang panjang akan memberikan "hasil" yang
panjang pula. Namun seandainya pelatih merasa harus membongkar pasangan
ini, saya juga setuju. Akan tetapi saya tidak setuju jika mereka
nantinya "hanya" disilang dengan Ricky/Berry, karena menurut
saya itu tak akan mengalami perbedaan yang signifikan seperti halnya
dulu Ahsan/ Bona dengan Rian Sukmawan/Yoke. Saya kira pemain yang ganas di depan seperti Angga butuh
pemain belakang yang mempunyai smash yang keras seperti Kevin
barangkali.Dan Rian bisa dicoba dengan Geh.
Saya sebenarnya berharap ada satu kepala pelatih untuk ganda, agar bisa meredam ego pelatih yang hanya mengizinkan anak didiknya bermain di satu nomor saja (ini pernah saya kirim ke email humas PBSI, entah dibaca atau tidak). Saya sangat senang ketika kepengurusan yang sekarang memainkan rangkap pemain ganda, namun yang saya sayangkan itu hanya berlaku di kelas potensi. Memang regenerasi sangatlah penting, namun pemain potensi belum mampu bersaing di papan atas. Saya setuju jika pemain kelas prestasi seperti Ahsan/Hendra, Owi/Butet, Greysia/Nitya hanya fokus di satu nomor masing-masing, karena umur yang sudah tidak muda lagi dan mereka adalah pemain nomor satu/andalan di Indonesia di masing-masing sektor. Tapi pemain prestasi seperti Angga, Rian, Ricky, Tiara, Suci dan Della saya rasa belum cukup terlambat untuk dimainkan rangkap. Selain bisa meningkatkan permainan mereka, ini juga bisa jadi alternatif lain untuk mencari penerus tongkat estafet Owi/Butet. Memang susah untuk menembus dominasi big four ganda campuran, hanya satu/dua pemain yang bisa dan itu juga hanya sesekali. Dunia belum menemukan pengganti mereka, bahkan Cina masih kesulitan menemukan pengganti Zhang/Zhao dan Xu/Ma. Sekarang Cina sedang menggodok Liu Cheng/ Bao yixin dan Chai Biao/ Tang Jinhua, lalu kenapa kita tidak mencoba dengan Angga/Tiara, Rian/Suci dan Ricky Karanda/Della barangkali. Mungkin saja salah satu dari mereka bisa mengobrak-abrik dominasi big four tersebut. Saya juga tak berani menjaminkan itu, namun saya tak pernah berhenti untuk yakin dan percaya. Kita tak pernah tahu hasilnya jika tak pernah dicoba, bukan? Dan Angga, Rian, Ricky, Tiara, Suci dan Della adalah pemain berbakat yang kurang dimaksimalkan sejak masih di junior. Jangan sampai demi regenerasi, generasi ini "YANG DIKORBANKAN" oleh kepengurusan yang sekarang.
Tapi terlepas dari itu semua, pada akhirnya akan kembali ke pemain-pemain itu sendiri. Jika memang mereka sudah menceburkan diri di dunia yang telah mereka pilih, sudah seharusnya mereka berenang atau menyelam sekalian, bukan hanya main-main di permukaan dan takut basah. Jika memang semuanya sudah dirasa maksimal dan tak membawa mereka ke prestasi terbaik, berarti "Alam" memang tak merestui pilihan mereka ini. Namun sudah selayaknya mereka tetap berbesar hati, paling tidak mereka adalah juara bagi diri mereka sendiri dan orang-orang yang menyayangi mereka. Dan aku secara pribadi, selalu kagum dan salut pada orang-orang yang berani mengambil jalan ini, karena menurutku menjadi atlet adalah keren.
Salam,
@AriOtnaigus