Minggu, 20 Desember 2015

Untitled (3)

Ketika kurasakan sudah
Ada ruang di hatiku yang kau sentuh
Dan ketika kusadari sudah
Tak selalu indah cinta yang ada

Mungkin memang ku yang harus mengerti
Bila ku bukan yang ingin kau miliki
Salahkah ku bila
Kaulah yang ada di hatiku.. 

Suara Angga sang vokalis dari Maliq & D' Essentials semakin terasa menyayat-nyayat hati dikala bersanding bersama hujan yang menerus. Sebuah paket yang seakan lengkap untuk mengundang berjuta kenangan tentangmu sekaligus bersamamu. Kenangan yang terus menggema memenuhi rongga rasa. Gema yang menjelma godam yang memukul telak ke ulu hati. Sakit. Perih. Namun entah mengapa, tak ada istilah jera untuk senantiasa menziarahinya.

Saat itu, kamu mampu melihat halaman kosong di hatiku dan tertarik untuk menulisinya. Dan aku rela kamu bercerita disana meski ternyata kisah yang kamu tulis bukan seperti yang aku harapkan. Tapi ketika aku ingin melakukan hal yang sama sepertimu, aku tak bisa, karena sudah tak ada lagi ruang kosong di hatimu yang bisa kutulisi. Sudah penuh. Oleh cerita-cerita tentangnya.

Sungguh lucu. Kita semua seakan berkejaran, berusaha berlari menangkap target di depannya masing-masing. Aku mengejarmu. Kamu mengejarnya. Dan seperti yang kita ketahui bersama, dia pun juga mengejar yang lain. Dan aku menyadari, diriku yang paling payah dan menyedihkan disini. Seandainya saja kamu mau berhenti dan berbalik, aku akan segera menangkap dan mendekapmu erat. Ah, tapi harapan yang segera menguap karena kamu sama halnya denganku. Gigih bila menginginkan sesuatu. Tak mudah menyerah.


Adakah ku singgah di hatimu?
Mungkinkah kau rindukan adaku?
Adakah ku sedikit di hatimu?

Bilakah ku mengganggu harimu
Mungkin kau tak inginkan adaku
Akankah ku sedikit di hatimu?

Bila memang ku yang harus mengerti
Mengapa cintamu tak dapat kumiliki?
Salahkah ku bila
Kaulah yang ada di hatiku

Kau yang ada di hatiku..

Hasil akhir yang berbeda dari usaha pengejaran kita. Dia memutuskan menyerah, menghentikan langkahnya untuk menunggumu. Kamu berhasil menangkapnya, kemudian tersenyum lega di peluknya. Sementara aku, dengan sisa nafas yang kucoba atur satu-satu, dipaksa untuk kalah. Dengan langkah lunglai dan kepala tertunduk, kucoba besarkan hatiku untuk tetap mengulurkan tangan sembari berucap "selamat". Selamat untuk kemenanganmu. Ah, bukan. Kemenangan kalian, tentu saja. Mendadak ludah memahit kala itu ketika menyadari keadaannya memang begitu adanya dan kekalahanku sungguhlah nyata.

Waktu yang senantiasa berputar menunjukkan dengan jelas dunia hitam dan putih di perjalanan kita. Aku dan kalian. Kontras. Tak kulihat abu-abu diantaranya. Dari sisi gelap nan pekat, aku mencoba menahan diri untuk tak lebih dari memandangi kalian (Tapi tidak, hanya kamu sebenarnya yang kupandangi tanpa bosan. Untukmu dan hanya karenamulah aku menolak berkenalan dengannya.) yang berdansa dan tertawa di sorot lampu yang begitu terang benderang. Silau yang terasa menusuk mata bagi bayangan penngecut yang bersembunyi di seberang sana, aku dan kepecundanganku.

Semakin tua usia hubungan kalian, semakin sering kamu mengeluh. Namun, kamu memilih bertahan. Disaat kamu bergulat dengan perasaan yang panas karena kedinginan sikapnya, kamu butuh kehangatan. Dan kehangatan itu kamu temukan pada diriku. Kehangatan tanpa pelukan. Kehangatan tanpa dekapan. Kehangatan yang menjalar perlahan ketika kamu mampu menumpahkan semua perasaanmu dengan derai air mata. Setelah kosong, kamu kembali kepadanya dengan harapan baru, untuk kemudian balik lagi kepadaku disaat rasamu sudah sesak dan ingin kamu tuangkan seluruhnya. Dan anehnya, selalu ada tempat untuk menampung sampahmu. Seandainya saja kamu bisa sedikit saja membaca perasaanku, berikanlah harapan barumu itu untukku. Maka kehangatan yang selalu kamu impikan akan terwujud. Akan kuhamburkan perasaan yang selama ini hanya bisa kutahan. Memeluk tubuhmu. Merengkuh jiwamu. Menyamankan hatimu.

Apa daya, perasaan memang tak bisa dipaksa. Disakiti berulang kali pun banyak yang tak ingin mundur. Hingga sakit itu mengendap dan menjadi berbahaya sekalipun, rasa itu tetap tak bisa luntur. Sebuah misteri yang akan tetap menjadi tanya. Pertanyaan yang sulit dijawab. Atau barangkali memang sengaja tak pernah dijawab. Dan apakah kita bertiga, aku, kamu dan dia berbahagia? Bisa ya, bisa tidak. Bahagia karena menyimpan harapan atau tidak karena menahan perasaan.

Ah, sebenarnya kunci dari ini semua ada di kamu. Ada di pilihanmu. Seandainya saja hanya ada aku dan kamu, tanpa pernah melibatkan dia. Mungkin saja perkara ini akan jauh lebih mudah. Bagilah sedikit ruang hatimu untukku bersemayam. Percaya, dengan sedikit itu aku bisa berkembang. Menyebar ke penjuru hatimu dan meyakinkanmu bahwa akulah yang terbaik bagimu. Akulah yang pantas kamu cintai. Akulah yang semestinya kamu miliki.

Bila cinta kita tak kan tercipta
Ku hanya sekadar ingin tuk mengerti
Adakah diriku singgah di hatimu?
Dan bilakah kau tahu
Kaulah yang ada di hatiku

Kau yang ada di hatiku
Adakah ku di hatimu?

Dan yang terjadi sekarang. Kamu bukanlah milikku. Juga bukan miliknya. Melainkan milikNya, pemilik sejatinya dirimu. Selamat tidur di keabadian. Seribu hari setelah kepergianmu (atau kepulanganmu) belumlah cukup untuk bisa melupakan keberadaanmu di hatiku. Satu hal yang ingin terus aku jaga dan kenang dan kamu harus tahu, kamulah yang ada di hatiku.

Hujan boleh jadi reda, namun mencintaimu tak mengenal kata jeda.



Salam,
@AriOtnaigus

Selasa, 01 Desember 2015

Surat Cinta Untuk Sepasang Kupu-kupu Baja


Untuk Greysia Polii dan Nitya Krishinda Maheswari.

Ada yang bilang bahwa cinta adalah hubungan dua arah. Sementara hubungan yang terjadi hanya satu arah adalah kekaguman. Tapi saya tetap ingin menyebut ini sebagai cinta, bukan kagum, meski rasa itu hanya mengalir dari saya karena kalian memang tidak (barangkali belum) mengenal saya. Namun, bukankah cinta terbentuk dari rasa kagum dan pada kekaguman terdapat banyak cinta di dalamnya? Keduanya masih saling berkaitan, bukan? Ah sudahlah, kita lupakan tentang cinta dan kekaguman. Yang pasti, kalianlah idola kami, penginspirasi kami.

Kalian berdua disebut-sebut sebagai simbol kebangkitan ganda putri Indonesia yang prestasinya sudah cukup lama tertidur. Kalian membangunkan kembali harapan yang sempat mati suri. Menyalakan lagi asa sekaligus mewujudkan mimpi-mimpi indah. Bukan hanya untuk kalian sendiri, melainkan juga untuk Bangsa Indonesia. Kerinduan bangsa ini akan prestasi dari para srikandinya telah kalian jawab lewat ayunan raket. Indah yang memanjakan mata, namun garang di hadapan lawan.

Medali emas Asian Games 2014 adalah ukiran prestasi yang menyentak dan mencuri perhatian masyarakat Indonesia. Sebuah kejutan besar dari sang kuda hitam. Tonggak penegasan pada dunia untuk lebih melihat kalian. Mengakhiri puasa gelar ganda putri di ajang ini sejak terakhir kali Verawaty Fajrin/Imelda Wiguna meraihnya di tahun 1978. Prestasi yang juga pernah ditorehkan oleh putri-putri terbaik bangsa lainnya, Minarni/Retno Kustijah di tahun 1962 dan 1966, dua kali berturut-turut. Seakan belum cukup, kalian menuliskan lagi prestasi besar di Kejuaraan Dunia 2015. Walaupun pencapaian kalian tak lebih baik dari Verawaty Fajrin/Imelda Wiguna di tahun 1980 dan Finarsih/Lili Tampi pada tahun 1995 yang menggenggam status sebagai runner up dan berhak atas medali perak, namun medali perunggu yang terkalung di leher kalian lebih dari cukup untuk memuaskan dahaga negeri ini akan prestasi ganda putri di kejuaraan ini. Terhitung sudah delapan belas tahun Indonesia harus bersabar menantikan hal ini lagi sejak tahun 1997, atas nama Eliza Nathanael/Zelin Resiana yang juga meraih medali perunggu.

Selanjutnya, kalian membuktikan kepada mereka yang masih meragukan kalian bahwa semua yang telah kalian raih sebelumnya sebagai sebuah kebetulan dengan berdiri di podium tertinggi di Korea Open Super Series 2015, salah satu turnamen terbuka dengan level tertinggi menurut federasi bulutangkis dunia, BWF. Sejak BWF memulai pelevelan turnamen pada 2007, ganda putri Indonesia sebelum kalian baru dua kali menjuarai turnamen sekelas Super Series, China Master Super Series 2007 dan Indonesia Open Super Series 2008. Keduanya diraih oleh pasangan yang sama, Vita Marissa/Lilyana Natsir. Prestasi-prestasi yang telah kalian toreh ini membawa kalian ke persaingan elit dunia, menebar ancaman serius untuk ganda putri-ganda putri Tiongkok yang memiliki sejarah panjang mendominasi sektor ini.

Jika selama ini kalian mengulang sejarah, kini saatnya mencetak sejarah baru. Menjadi ganda putri pertama Indonesia yang berhasil mempersembahkan medali, apapun warnanya di Olimpiade 2016 nanti untuk Indonesia. Sejak bulutangkis dipertandingkan di Olimpiade pada tahun 1992, hanya sektor ganda putri yang belum sekeping pun menyumbangkan medali. Olimpiade mendatanglah waktu yang tepat bagi kalian untuk menggoreskan sejarah manis. Potensi itu ada, peluang itu terbuka lebar bahkan untuk menancapkan sejarah tertinggi sekalipun dengan meyabet medali emas. Tidak ada yang salah dengan bermimpi, bukan? Selama mimpi tersebut dibarengi dengan kerja keras.

Olimpiade 2016 tinggal menghitung bulan. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depan. Namun yang pasti jalan kalian tak akan mulus. Semakin berat dan terjal karena semua pasti juga berusaha mati-matian dalam persaingan demi dikenang sejarah sebagai juara Olimpiade, kejuaraan yang diyakini memiliki kebanggaan tertinggi di perbulutangkisan dunia. Jatuh bangun akan semakin mewarnai langkah-langkah kalian. Tapi kami yakin, dengan pengalaman yang telah menempa kalian selama ini, rasa ingin bangkit kalian akan lebih besar daripada jumlah jatuhnya. Seperti yang selalu digaungkan oleh Greysia selama ini, #COMEBACKSTRONGER telah menjadi tekad yang dengan yakin dia pegang. Ada optimisme yang begitu tinggi dan semangat yang begitu berkobar dalam istilah itu.

Seiring dengan kalian yang menjadi salah satu andalan utama Indonesia, harapan yang begitu tinggi pasti tersemat untuk kalian yang tak mungkin bisa kalian elak lagi. Janganlah jadikan itu semua sebagai beban yang memperberat lompatan-lompatan kalian. Ubahlah harapan itu menjadi sepasang sayap di pundak kalian yang akan membawa kalian terbang ke tujuan utama nanti, Olimpiade 2016.
 
Kalian pasti tahu, tak hanya dukungan dan doa yang akan mengalir untuk kalian, tapi juga banyak nada-nada miring. Tak perlu bersusah payah untuk menjadikan nada itu lurus. Tak perlu repot untuk membuat semua orang suka pada kalian. Itu hanya akan menjadi pekerjaan yang sia-sia. Anggaplah semua yang hadir sebagai penyeimbang sayap kalian. Seperti yin dan yang, inhale dan exhale, siang dan malam. Kita akan tahu yang satu jika satunya juga ada. Kita mengerti apa itu cinta jika kita juga mengenal apa itu benci. Barangkali juga, mereka hanya tidak tahu bagaimana mengekspresikan kecintaan mereka pada kalian.

Semoga pelatih kepala kalian, Eng Hian tak menjadi lupa dan mabuk karena prestasi kalian. Semoga beliau selalu ingat akan pentingnya regenerasi agar prestasi membanggakan ini tak berhenti di kalian. Jika itu nanti berhasil, maka kebangkitan ganda putri secara utuh benar terjadi. Kebangkitan yang sungguh dan menyeluruh, bukan lagi sebatas simbol.

Melajulah Greysia dan Nitya. Tataplah mimpi kalian di depan. Tak perlu menunggu mereka yang masih kepayahan di belakang. Biarlah mereka yang menambah kecepatannya untuk mengejar kalian. Terus kepakkan sayap kalian yang cantik sekaligus kokoh. Tunjukkan pada dunia, kalian masih selalu haus akan prestasi. Terbanglah menuju mimpi-mimpi kalian, sepasang kupu-kupu bajaku!

Untuk yang terakhir, saya ingin menuliskan lirik lagu dari Tulus yang berjudul “Lagu Untuk Matahari”. Dengarkan lagunya, rasuki tiap bait yang keluar dari mulut penyanyinya dan menarilah mengikuti irama musiknya.

Patah karang semangat
Dengar mulut pedas berdebat
Yang hanya lihat salahmu
Gerah kadang pendengar
Dapat cibiran sang benar
Sinisme bukan untukmu

Mereka tak sempurna
Sama juga halnya denganmu
Jangan risaukan celamu
Mungkin mereka bulan
Tapi ingat kau matahari
Cahaya mereka darimu

Menari, bernyanyi
Lakukan yang kau suka
Hidupmu bukan hidupnya
Bicara, bersorak.. Hey!!!
Lakukan yang kau suka
Hidupmu bukan hidupnya

Buka hatimu dengar
Biar saran beralasan
Kuatkan langkah jiwamu
Waspada yang cemburu
Tak semua kutukan berlaku
Kuatkan langkah hatimu

Buktikan sekarang
Angkat penamu, tulis!
Bila gemar menulis
Buktikan sekarang
Perkeras suaramu
Bila gemar menyanyi
(*)Buktikan sekarang
Ayunkanlah raketmu
Bila cinta bulutangkis

Kata-kata dalam tanda (*) adalah tambahan dari saya sendiri, tidak ada dalam lirik lagu yang sebenarnya. Haha..



Salam,
@AriOtnaigus

**Tulisan ini dipilih menjadi salah satu pemenang dari lomba yang bertajuk #GreysiansChallenge yang diselenggarakan oleh @Greysians

**Istilah "Kupu-kupu Baja" diambil dari salah satu judul lagu dari Captain Jack. 

Jumat, 27 November 2015

Salah Saya Apa, Yang Mulia?

Benarkah sudah terlambat?

Disaat tangan ini menawarkan pertemanan menuju masa depan, tangan itu sudah berjabat erat dengan tangan lainnya. Menuju ke arah yang entah. Apakah ruas-ruas di sela jemarimu sanggup digenapi oleh jari-jarinya? Tidakkah bercelah? Sekecil pori pun bisa sangat berbahaya. Saya tidak menakuti. Juga bukan menyumpahi. Sebenarnya saya hanya ingin menawari. Sekali lagi. Tidakkah kamu ingin mencoba mengikatkan tangan kita dengan simpul cengkraman jari. Saling mengaitkannya dengan gandengan untuk menjalani hari demi hari. Namun segenap harap tadi luruh sekejap. Lewat sekali saja gelengan kepala tanpa ucap. Perlahan tapi penuh keyakinan, seolah tiada lagi bagi saya untuk dibagi kesempatan.

Benarkah tak boleh lagi harap?

Kalian berjalan dengan langkah-langkah kecil, tapi entah kenapa lariku tak mampu mengejarmu. Teriak lantangku memanggil, namun entah bagaimana tak cukup bagimu untuk berhenti walau sekadar menoleh usahaku. Padahal dari semua jerih, susah, payah ini. Letih dan lelah ini. Saya hanya ingin berpesan, jika dibilang terlalu berani menyampuri bila mengingatkan. Berhati-hatilah kalian di jalan. Saya akan berusaha tulus melepaskan. Saya akan berupaya ikhlas merelakan. Mendoakan pun juga akan saya coba. Tapi maaf, saya tak mau menerima melupakan. Biarkan saya mengenang. Saya sudah menyiapkan ruang.

Apa saya salah?

Benar atau salah, saya tak tahu. Sama tak tahunya saya tentang adakah ruang tengah diantara keduanya. Cinta datang memang tak memandang. Hadir pada siapa saja. Tapi tetap saja, dia akan memandang ketika akan diberikan untuk siapa. Ini tentang memilih dan dipilih. Berbahagialah kalian yang mendapatkan keduanya. Saya memilih tapi tak dipilih. Rasanya pedih seperti disiram air mendidih. Laksana luka yang mengundang rintih, perih.

Barangkali memang saya salah, memilih yang sudah dipilih. Mungkin saya benar, hanya menyilakan masuk ketika cinta datang mengetuk. Membiarkannya mengalir tanpa buntu. Tapi, jangan-jangan dia tamu yang salah alamat dan saya terlanjur berbahagia menjamunya dengan teramat. Jika kejadiannya demikian, bolehkah pertanyaannya saya balik, "Salah saya apa, Yang Mulia?" hingga saya harus menerima tamu yang ternyata perampas semuanya yang saya punya.



Salam,
@AriOtnaigus