Senin, 28 Oktober 2013

Dia yang Tak Kunjung Datang

Di sudut tersepi dia bersembunyi
Menyesatkanku pada kamar dingin bernama sunyi
Jika dalam gelap bayangannya menghilang
Kenapa dia tak memelukku di sorot cahaya benderang
Harusnya kita menyatu dalam pekat
Nyatanya betapa mudah dia lupa jika kita telah bersepakat
Untuk berjanji setia yang tak perlu kita debat
Aku mencarinya
Tapi semua jejak langkahnya dia buang
Aku menunggunya
Tapi dia telah melupakan jalan pulang

Ini cangkir kopi ketujuh
Masih kurapalkan mantra rindu usang yang tak pernah melumpuh
Cangkir kedelapan, kesembilan, kesepuluh dan kesebelas
Kenangan tentangmu yang menusuk rasaku kian membekas
Teriakan seperti apa yang sanggup memanggilmu segera kembali
Sementara kata-kata yang mewujud suara hanya terdengar geli
Menelan lagi huruf demi huruf yang telah kumuntahkan
Adalah pilihan untuk aku tetap bertahan

Kini setiap langkahku habis untuk menghitung waktu
Hingga jariku tak cukup dan aku hanya bisa menggerutu
Mengumpat mereka yang tak bisa mencipta rumus rindu
Tiap hariku, menit dan detikku berubah sendu
Menyaksikan harapan dan nafasku yang saling beradu
Memburu detak jantung untuk tak lagi bernyanyi merdu
Aku carut marut di malam yang kian larut
Aku lebam di suasana yang semakin menghitam
Aku menangis di tengah rintik hujan gerimis
Aku tersiksa disaat sepi berkuasa


*Ditulis ketika lampu bohlam di kepalaku malas berpijar,
  inspirasi yang kucari enggan singgah untuk menyapa,
  dan sel-sel otakku sedang mengering.

Salam,

@AriOtnaigus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar