Jumat, 01 Agustus 2014

Kumenangkan Hatimu

Mahkota memang tak menghias kepalaku. Medali tak menggantung di leherku. Terlebih lagi, tubuhmu tak bisa kugenggam kemudian kuangkat tinggi-tinggi layaknya sebuah piala yang berhak diperoleh pemenang dalam sebuah pertandingan. Namun di akhir pertemuan ini, tanganku tetap mampu mengisi dan melengkapi kekosongan ruas-ruas jarimu dengan sempurna, meski ada sesuatu yang melingkar di jari manismu yang memaksa kita untuk saling melepaskan.

"Aku harus pergi. Mungkin tidak untuk selamanya. Tapi hati kita tak mungkin lagi berpelukan."

"Berbahagialah. Aku baik-baik saja."

"Percayalah. Namamu akan selalu kusebut dalam doaku."

"Terima kasih."

"Cepat nyusul, ya."

Sebuah senyuman sempat terlukis di wajah kita sebelum kamu mengakhiri pertemuan ini dengan lambaian tangan yang bagiku sesungguhnya tak cukup untuk mewakili salam perpisahan. Hanya air mata yang mampu mengiringi langkahmu yang semakin jauh meninggalkanku. Namun, itu tak lama. Segera kuhapus air mataku ketika aku menyadari bahwa kamu juga meninggalkan jejak air mata di setiap jengkal langkahmu. Langkahmu sudah sangat berat. Betapa bodoh dan egoisnya aku yang semakin memperberat langkahmu dengan tak merelakan kepergianmu.

Sejujurnya, aku sedang tak baik-baik saja ketika kamu menyampaikan kabar ini. Tapi, aku sedang berjuang untuk baik-baik saja untuk menerima kenyataan ini. Ya, aku telah memenangkan hatimu ketika kamu berkata akan menyebut namaku di dalam doamu. Aku juga akan mendoakanmu. Semoga kamu selalu bahagia, meskipun bukan aku yang membahagiakanmu.



Salam,
@AriOtnaigus

Senin, 05 Mei 2014

Angga dan Tiara, Semoga Berjodoh

Saya ucapkan selamat berjuang untuk sepuluh putra dan sepuluh putri terbaik yang telah dipilih untuk mewakili Indonesia dalam ajang Thomas Uber Cup 2014 di India nanti. Keputusan telah diambil dan tim telah dibentuk. Setiap keputusan tak mungkin bisa menyenangkan semua orang. Namun sekarang bukan saatnya lagi untuk memperdebatkan "seharusnya ini masuk tim" atau "seharusnya itu tak pantas menjadi bagian tim", karena sudah seharusnya masyarakat Indonesia mendukung sepenuhnya tim yang akan berjuang dan mendoakan semoga tim Indonesia mampu mencapai hasil maksimal dan dapat memenuhi apa yang ditargetkan oleh PBSI dengan membawa Piala Thomas "pulang" ke ibu pertiwi.


Jika sekarang banyak yang memprediksi dan membaca peta kekuatan tim Thomas Uber negara-negara lain, alam khayalku justru seperti dibangunkan kembali untuk menelaah lebih jauh tentang "garis jodoh" Angga Pratama dan Tiara Rosalia Nuraidah. Kedua pemain tersebut adalah favorit saya (plus Suci Rizky Andini). Ini bukan tentang kisah asmara dua insan manusia, tapi ini adalah harapan saya. Semoga Angga dan Tiara "dijodohkan" dan kemudian "berjodoh" bermain di ganda campuran. Keduanya mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Selain di kelas junior, mereka belum pernah dicoba dimainkan di ganda campuran. Ini sama saja mengacuhkan bakat mereka. Padahal mereka berdua dapat meraih hasil yang cukup bagus bermain rangkap saat di kelas junior.

Ada fakta menarik tentang Angga dan Tiara. Angga adalah juara ganda putra AJC 2009 berpasangan dengan Yohanes Rendy Sugiarto. Kemudian di WJC di tahun yang sama, Angga "hanya" mampu mendapatkan medali perunggu di ganda putra dan gagal mencatatkan namanya di posisi tertinggi dan harus berpuas sebagai runner up di ganda campuran berpasangan dengan Della Destiara Haris. Sementara Tiara berpasangan dengan Suci mampu berdiri di podium tertinggi ganda putri pada ajang AJC 2011. Bersama Suci pula, duo behel ini meraih medali perunggu ganda putri di WJC 2011. Namun ketidakberuntungan harus diterima lagi oleh Tiara di ganda campuran di kejuaraan ini. Berpasangan dengan Ronald Alexander, Tiara kalah dari teman senegara Alfian/Gloria di final dan harus berpuas dengan medali perak di leher. Uniknya, hasil yang sama yang diraih Angga dan Tiara tersebut diperoleh pada kesempatan terakhir mereka masing-masing berlaga di kejuaraan junior. Meskipun Tiara dan Suci juga pernah meraih perak ganda putri di WJC 2009.

Ironis sekali jika melihat prestasi mereka di kelas junior yang cukup baik bermain di dua nomor, ketika masuk level senior justru seperti "dipaksa" untuk bermain di satu nomor saja. Melihat permainan mereka yang fleksibel, saya masih terus yakin bahwa jika pelatih mau memasangkan mereka, mereka akan menjadi kekuatan baru ganda campuran kuat dunia. Ini akan menjadi menarik jika lawan menggunakan strategi menarik Tiara ke belakang, maka Angga akan berduel di depan net dengan pemain putri lawan. Tiara mempunyai serangan yang cukup bagus di garis belakang, sementara Angga yang mempunyai smash keras juga memiliki kekuatan di bola-bola drive. Keduanya juga mempunyai pertahanan yang rapat dan pukulan yang bervariasi. Selain itu, mereka sama-sama memiliki bola-bola "ajaib" yang tak terduga.

Tapi semuanya tetap menjadi keputusan pelatih dan pengurus PBSI. Apakah mereka melihat seperti apa yang saya lihat. Itu semua memang hanya harapan saya, namun besar harapan saya agar itu semua bisa terwujud. Sebelum semuanya menjadi terlambat. Kita tak pernah tahu hasilnya jika tak pernah dicoba, bukan?


Salam,
@AriOtnaigus :p


*gambar diambil dari sini

Selasa, 08 April 2014

Ada Apa Dengan Angga/Rian?

Angga Pratama dan Rian Agung Saputro adalah pemain yang lolos seleksi masuk pelatnas pada tahun 2009. Sebagai pemain junior, waktu itu mereka dimasukkan ke kelas pratama. Saya merasa pemain-pemain yang dimasukkan di kelas pratama saat itu, yang kini tersisa kurang lebih: Bella, Hera, Angga, Rian Agung, Suci, Tiara, Della, Gebby, Irfan dan Weni adalah KORBAN dari sistem kepelatihan yang salah. Mereka digembleng secara militer di Magelang selama enam bulan tanpa pernah sekali pun diturunkan bertanding di kejuaraaan-kejuaraan bulutangkis. Menurutku ini adalah kesalahan sistem yang fatal. Bagaimana mungkin seorang atlet bisa mengukur kemampuan mereka jika "hanya" diajari baris-berbaris. Mungkin mereka juga dilatih tehnik-tehnik bulutangkis, tapi latihan saja tanpa pernah merasakan atmosfer bertanding adalah hal yang sia-sia. Selepas karantina enam bulan tersebut, mereka tak kunjung dikirim ke turnamen kelas dunia. Mereka hanya dikirim ke sirnas dan Indonesia IC.

Jujur, sebagai pendukung Angga/Rian (sebenarnya Suci/Tiara juga sih), saya sangat kecewa dengan hasil di India Open Super Series 2014 kemarin. Namun saya tidak mau menghakimi, karena saya masih melihat mereka berada di jalur positif. Secara keseluruhan grafik mereka meningkat dari tahun ke tahun sejak dipasangkan. Mereka masih dan sedang berproses. Tahun ini mereka berjuang untuk menaklukkan turnamen Super Series. Dan yang mereka butuhkan adalah dukungan, bukan hujatan. Tapi bukan berarti ini juga sebuah pemakluman untuk kekalahan mereka.

Sangat tidak adil jika membandingkan Ahsan/Hendra yang baru dipasangkan satu tahun tapi sudah bisa berprestasi luar biasa dengan Angga/Rian yang masih berjalan selangkah demi selangkah dan tertatih walau sudah dipasangkan sekitar lima tahun. Tanpa mengecilkan kemampuan Ahsan, pengalaman dan prestasi Hendra sedikit banyak membantu membawa Ahsan terbang ke level tertinggi. Sementara Angga/Rian sejak awal seperti berjalan sendiri, menentukan arah mana yang harus dilalui. Di awal mereka dipasangkan, mereka kurang diberi kesempatan untuk mengikuti turnamen, karena pengurus waktu itu sangat mendewakan Kido/Hendra dan Nova/Liliyana. Bahkan di kejuaraan beregu pun, pemain pratama waktu itu tak diberi kesempatan (hanya Rian dan Suci/Della di TUC 2012) karena mungkin ketakutan pengurus terdahulu yang tak berani mengambil resiko dianggap gagal memenuhi target. Sehingga pemain yang dimasukkan skuad tim adalah pemain-pemain yang sudah sangat senior dan itu-itu saja. Saya sangat senang dengan skuad Sudirman Cup 2013 kemarin yang berani mengambil resiko dengan memasukkan pemain-pemain debutan.

Tak lama selepas Kido/Hendra memutuskan keluar dari pelatnas, Angga/Rian yang masih "hijau" dipromosikan ke kelas utama pada waktu itu (bersamaan dengan Suci/Della). Dengan minimnya pengalaman bertanding, mereka "dipaksa" untuk berprestasi. Alhasil, mereka seperti anak domba yang dilepas ibunya di padang rumput yang luas di musim kemarau, bingung harus melakukan apa. Apalagi mereka juga kehilangan contoh figur berprestasi di pelatnas. Namun, karena sekarang sudah ada lagi contoh figur berprestasi di pelatnas (Ahsan/Hendra), saya rasa mereka sudah mulai mengerti jalan mana yang seharusnya dilewati, apa yang harus dilakukan, hanya saja memang jalannya tak selalu mulus. Selalu saja ada kerikil ataupun duri yang menghadang di sepanjang jalan, yang seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman seharusnya bisa diatasi.

Saya yakin semua setuju bahwa tak ada yang salah dengan kemampuan mereka. Yang menghambat prestasi mereka selama ini adalah faktor non teknis, saya juga tidak tahu apa. Namun yang saya lihat, sepertinya Angga dan Rian kurang akrab di luar lapangan (ini juga terjadi pada Suci dan Tiara). Lain halnya dengan Ahsan dan Hendra yang hampir selalu bersama di luar lapangan (dari foto-foto yang pernah di upload PBSI). Mungkin ini memang personal, tapi sedikit banyak kekompakan di luar lapangan juga berpengaruh di dalam lapangan. Dulu saya pernah membaca artikel ketika Suci/Della juara di Indonesia IC (lupa tahunnya), waktu itu pelatih mereka bilang bahwa Suci dan Della tidak akrab di luar lapangan karena ganda putri tidak menerapkan sistem pasangan bermain harus satu kamar seperti ganda putra. Dari pernyataan itu saya mengira bahwa pasangan ganda putra yang bermain berpasangan sekamar, tapi setelah secara tidak sengaja membaca twit dari sahabatnya Angga (@Guhconk) ketika final Indonesia Open GPG 2013 kalau Angga sekamar dengan Geh dan Rian sekamar dengan Ronald, berarti ganda putra juga tidak menerapkan sistem itu. Selain 'tos', jarang sekali ada interaksi antara Angga dan Rian di lapangan sekarang. Beda ketika di Sudirman Cup lalu saat mengalahkan Cai/Fu, walau juga tak banyak tapi ada komunikasi diantara mereka. Dan hasilnya jelas berbeda. Menurutku, harusnya ada salah satu yang jadi leader diantara mereka dan satu lagi rela untuk tidak menjadi leader. Walaupun Angga lebih muda dari Rian, tapi sepertinya Angga yang bisa menjadi leader karena dia adalah pemain yang mengatur serangan.

Banyak yang bilang Angga/Rian adalah juara tanpa mahkota, saya tidak setuju. Bagi saya, juara tetap harus bermahkota. Saya pribadi masih bersabar menuggu prestasi mereka, karena sekarang mereka sedang berproses. Dan yang saya yakini, "proses" yang panjang akan memberikan "hasil" yang panjang pula. Namun seandainya pelatih merasa harus membongkar pasangan ini, saya juga setuju. Akan tetapi saya tidak setuju jika mereka nantinya "hanya" disilang dengan Ricky/Berry, karena menurut saya itu tak akan mengalami perbedaan yang signifikan seperti halnya dulu Ahsan/ Bona dengan Rian Sukmawan/Yoke. Saya kira pemain yang ganas di depan seperti Angga butuh pemain belakang yang mempunyai smash yang keras seperti Kevin barangkali.Dan Rian bisa dicoba dengan Geh.

Saya sebenarnya berharap ada satu kepala pelatih untuk ganda, agar bisa meredam ego pelatih yang hanya mengizinkan anak didiknya bermain di satu nomor saja (ini pernah saya kirim ke email humas PBSI, entah dibaca atau tidak). Saya sangat senang ketika kepengurusan yang sekarang memainkan rangkap pemain ganda, namun yang saya sayangkan itu hanya berlaku di kelas potensi. Memang regenerasi sangatlah penting, namun pemain potensi belum mampu bersaing di papan atas. Saya setuju jika pemain kelas prestasi seperti Ahsan/Hendra, Owi/Butet, Greysia/Nitya hanya fokus di satu nomor masing-masing, karena umur yang sudah tidak muda lagi dan mereka adalah pemain nomor satu/andalan di Indonesia di masing-masing sektor. Tapi pemain prestasi seperti Angga, Rian, Ricky, Tiara, Suci dan Della saya rasa belum cukup terlambat untuk dimainkan rangkap. Selain bisa meningkatkan permainan mereka, ini juga bisa jadi alternatif lain untuk mencari penerus tongkat estafet Owi/Butet. Memang susah untuk menembus dominasi big four ganda campuran, hanya satu/dua pemain yang bisa dan itu juga hanya sesekali. Dunia belum menemukan pengganti mereka, bahkan Cina masih kesulitan menemukan pengganti Zhang/Zhao dan Xu/Ma. Sekarang Cina sedang menggodok Liu Cheng/ Bao yixin dan Chai Biao/ Tang Jinhua, lalu kenapa kita tidak mencoba dengan Angga/Tiara, Rian/Suci dan Ricky Karanda/Della barangkali. Mungkin saja salah satu dari mereka bisa mengobrak-abrik dominasi big four tersebut. Saya juga tak berani menjaminkan itu, namun saya tak pernah berhenti untuk yakin dan percaya. Kita tak pernah tahu hasilnya jika tak pernah dicoba, bukan? Dan Angga, Rian, Ricky, Tiara, Suci dan Della adalah pemain berbakat yang kurang dimaksimalkan sejak masih di junior. Jangan sampai demi regenerasi, generasi ini "YANG DIKORBANKAN" oleh kepengurusan yang sekarang.

Tapi terlepas dari itu semua, pada akhirnya akan kembali ke pemain-pemain itu sendiri. Jika memang mereka sudah menceburkan diri di dunia yang telah mereka pilih, sudah seharusnya mereka berenang atau menyelam sekalian, bukan hanya main-main di permukaan dan takut basah. Jika memang semuanya sudah dirasa maksimal dan tak membawa mereka ke prestasi terbaik, berarti "Alam" memang tak merestui pilihan mereka ini. Namun sudah selayaknya mereka tetap berbesar hati, paling tidak mereka adalah juara bagi diri mereka sendiri dan orang-orang yang menyayangi mereka. Dan aku secara pribadi, selalu kagum dan salut pada orang-orang yang berani mengambil jalan ini, karena menurutku menjadi atlet adalah keren.

Salam,
@AriOtnaigus

Rabu, 12 Maret 2014

Proses (Sebuah Catatanku Tentang Angga Pratama/ Rian Agung Saputro)

Sebelumnya saya ucapkan selamat dan terima kasih untuk Mohammad Ahsan/ Hendra Setiawan dan Tontowi Ahmad/ Lilyana Natsir yang telah berhasil menjadi juara di All England tahun 2014. Dua gelar yang sangat membanggakan bagi seluruh masyarakat Indonesia tentunya. Namun disini saya akan memberikan catatan (semacam pendapat pribadi) untuk pemain bulutangkis favoritku selain Suci Rizki Andini/ Tiara Rosalia Nuraidah, yaitu Angga Pratama/ Rian Agung Saputro.

Memang menyesakkan melihat hasil akhir pertandingan babak perempat final All England 2014 antara Angga/ Rian melawan Hiroyuki Endo/ Kenichi Hayakawa (pemain asal Jepang) kemarin. Pertandingan yang sangat alot dan ketat harus diterima Angga/ Rian sebagai kekalahan. Jika kita yang melihat mereka saja merasa kecewa dan menyayangkan, apalagi mereka yang bermain. Tentu saja kekalahan ini tak pernah mereka harapkan. Namun, aku tak mau berandai-andai, karena 'andai saja' tak akan mengubah hasil dan hanya akan mengurung kita dalam ruang penyesalan. Aku lebih berharap kekalahan ini bisa menjadi pelajaran dan pengalaman berharga bagi keduanya untuk kedepannya.


Memang prestasi Angga/ Rian belum sementereng Ahsan/ Hendra dan Owi/Butet sekarang, tapi yang aku lihat prestasi mereka secara keseluruhan menunjukkan grafik yang meningkat dari tahun ke tahun sejak mereka dipasangkan. Aku tak tahu kapan persisnya mereka dipasangkan. Aku pertama kali "mengenal" mereka di turnamen Dutch Open Grand Prix 2010. Walaupun sebelumnya aku sudah cukup familiar dengan nama Angga Pratama ketika di Kejuaraan Dunia Junior 2009 (satu-satunya kejuaraan dunia junior yang aku ikuti berita-beritanya). Waktu itu aku melihat bakat-bakat besar yang akan lahir di tahun itu, seperti Angga, Rendy, Berry, Ulin, Suci, Tiara dan Della. Namun rasanya bakat mereka kurang dimaksimalkan ketika mereka masih di kelas junior.

Di tahun 2010, prestasi Angga/ Rian belum terlihat. Mereka masih menjajaki turnamen-turnamen yang mereka ikuti dan masih terhenti di babak-babak awal. Tahun 2011 adalah tahun dimana banyak kejutan-kejutan yang mereka berikan, dimulai dari masuknya mereka ke babak final India Open Super Series 2011 (label super series pertama kalinya bagi India) dengan mengalahkan pemain-pemain unggulan di babak-babak sebelumnya, termasuk seniornya dulu Bona/ Ahsan. Meskipun pada akhirnya anti klimaks di babak final dengan kalah cukup telak dengan pemain Jepang (Hirokatshu Hashimoto/ Noriyasu Hirata). Kejutan berikutnya adalah ketika mereka mampu menjungkalkan Jung Jae Sung/ Lee Yong Dae yang saat itu diunggulkan di posisi dua di Indonesia Open Super Series Premier 2011 di babak kedua. Meskipun lagi-lagi mereka anti klimaks di babak berikutnya karena kalah telak dari Chai Biao/ Guo Zendong dari China. Di tahun ini pula mereka pertama kalinya menyandang gelar juara di Vietnam Grand Prix. Selebihnya mereka masih terhenti di babak-babak awal.

Di tahun 2012, Angga/ Rian mulai mampu mencapai babak-babak akhir turnamen kelas Grand Prix Gold, tapi tak ada satu pun gelar yang mampu mereka peroleh. Di Australia Open Grand Prix Gold, mereka kalah di babak semifinal dari Markis Kido/ Hendra Setiawan. Sedangkan di Indonesia Open Grand Prix Gold dan Chinese Taipe Grand Prix Gold mereka harus berpuas sebagai runner up, dikalahkan Kim Ki Jung/ Kim Sa Rang di Indonesia dan Zakry/ Tazari di Chinese Taipe. Di kelas super series mereka masih kalah di babak-babak awal, kecuali di India Open Super Series 2012 dimana mereka bisa mencapai babak semifinal.

Gelar-gelar turnamen kelas grand prix mulai mereka raih di tahun 2013. Di tahun ini, mereka menyandang tiga gelar, yaitu Australia Open Grand Prix Gold, New Zealand Open Grand Prix dan Indonesia Open Grand Prix Gold. Tiga gelar kelas grand prix tersebut ternyata belum mampu mengantar mereka ke persaingan kelas super series. Selain di India Open Super Series 2013 (mencapai babak semifinal), mereka masih kesulitan menembus babak-babak akhir super series. Dan di akhir tahun 2013, mereka menyumbangkan medali emas bagi Indonesia di Sea Games setelah mengalahkan rekan senegara Berry Angriawan/ Ricky Karanda Suwardi di babak final.

Memasuki tahun 2014, Angga/ Rian mulai bisa menunjukkan persaingan di kelas super series. Dua turnamen yang mereka ikuti, Malaysia Open Super Series Premier dan All England Super Series Premier mampu ditaklukkan keduanya hingga babak semifinal dan perempat final. Dua kekalahan di turnamen tersebut dinilai karena kurang beruntung. Bagiku, beruntung adalah ketika usaha bertemu dengan peluang. Apakah usaha mereka kurang maksimal atau mereka kurang mampu memanfaatkan peluang? Aku tak tahu. Aku lebih suka menyebut bahwa 'faktor X' belum mau menghampiri mereka. Mungkin saja mereka dinilai belum cukup siap mendapatkannya. Aku percaya bahwa 'faktor X' akan hadir di waktu yang tepat. Semoga saja mereka tidak pernah lelah untuk selalu berproses. Aku harap mereka "menikmati" proses perjalanan panjang mereka ini. Aku yakin dengan usaha keras mereka, hasil yang maksimal akan mereka petik, karena kerja keras tak akan menuai hal yang sia-sia.

Kalau dilihat dari kacamata yang berbeda, rasanya kita bisa sedikit berbangga dengan Angga/Rian. Mereka adalah pasangan termuda di daftar peringkat sepuluh besar dunia. Pasangan seumuran mereka yang dibawah mereka adalah Manepong Jongjit/ Nipitphon Puangapech dari Thailand di peringkat dua puluh besar. Pemain seumuran lainnya adalah Lu Kai dari China dan Ow Yao Han dari Malaysia yang "baru akan" diorbitkan dengan dipasangkan dengan senior mereka.

Angga Pratama bisa jadi menjadi momok menakutkan bagi Li Yong Bo (kepala pelatih China), karena dia menghempaskan anaknya, Li Gen di babak pertama Kejuaraan Dunia Junior 2009. Dan sekarang, bisa dikatakan bahwa Angga/ Rian adalah pengobrak-abrik mental pemain-pemain ganda putra China sejak di perempat final Sudirman Cup 2013 kemarin. Setelah Cai Yun/ Fu Haifeng dikalahkan Angga/ Rian, ganda senior China tersebut lebih mudah dikalahkan pemain-pemain lain. Dan puncaknya mereka dipecah setelah Kejuaraan Dunia 2013 dan dipasangkan dengan juniornya yang dimaksudkan untuk membimbing junior-juniornya. Kemudian di babak ketiga Kejuaraan Dunia 2013, mereka mengalahkan Liu Xiaolong/ Qiu Zihan (juara All England 2013). Terakhir kali ganda terbaik China itu mampu mereka kalahkan di babak kedua Malaysia Open Super Series Premier 2014. Mungkin saja ini juga yang mempengaruhi hasil buruk mereka di All England 2014 yang kalah di babak pertama dari pemain Inggris dengan skor telak. Dan di All England kemarin, Angga/ Rian mengandaskan Chai Biao/ Hong Wei di babak kedua.

Semoga saja Angga/ Rian lebih konsisten, tidak mudah menyerah, tidak pernah lelah untuk berproses dan semakin bekerja keras untuk menjadi yang terbaik, karena hanya yang terbaik lah yang akan dikenang sebagai 'pahlawan'. Tidak ada yang bisa menghentikan mereka selain diri mereka sendiri. Tetap semangat Angga/ Rian, kami selalu mendukung dan mendoakan kalian.

Semoga di turnamen terdekat yang mereka ikuti (India Open Super Series 2014), mereka bisa meraih hasil yang lebih baik dari tiga tahun sebelumnya di turnamen ini. Semoga India Open Super Series masih menjadi turnamen yang bersahabat bagi mereka, turnamen yang memberikan hasil positif untuk mereka. Amin. (Ini adalah doa dan harapan)



Sang Juara - Bondan Prakoso & Fade 2 Black

Usaplah keringat yang mengalir membasahi keningmu
Angkatlah ke atas dagumu yang tertunduk layu
Jangan menyerah, Jangan mengalah
Bangunkan, Bangkitkan semangat juangmu hingga membara
Yakinkan, pastikan inilah puncak segalanya
Berbanggalah karena kau adalah sang juara

Kau luapkan energi terhebatmu
Terangi bumi dengan peluh semangatmu
Hadirkan buih keringat, basuhi raga
Basuhi kulit, basuhi jiwa lalu busungkan dada

Keringat adalah hasil
Jerih payahmu terbayar dengan semangat yang kau ambil
Terbang tinggi menuju awan
Dimana kau bisa lupakan semua lawan

Setiap langkah, setiap jiwa di tiap langkah mulai bercerita
Wakilkan semua mimpi-mimpi yang tenggelam
Siap menantang bumi
Dan kau adalah pemenang

Bangunkan, Bangkitkan semangat juangmu hingga membara
Yakinkan, pastikan inilah puncak segalanya
Berbanggalah karena kau adalah sang juara

Buat apa menangis jika masih ada senyum
Buat apa kau mundur kawan jika hidup berjalan maju
Bila kau terjatuh segera bangkit dan bangun
Pusatkan pikiran dan tetap melaju
F ke O dan K ke U, S..  FOKUS
Konstan! Tetap lihat ke depan kawan
Genggam erat pegangan, lihatlah titik tuju
Raih pusat sasaran, jadilah nomor satu

Bangunkan, Bangkitkan semangat juangmu hingga membara
Yakinkan, pastikan inilah puncak segalanya
Jangan menyerah, jangan mengalah
Berbanggalah karena kau adalah sang juara


Salam,
@AriOtnaigus

*gambar diambil dari sini

Rabu, 12 Februari 2014

Serunya Nonton Superliga Badminton 2014 di DBL Arena

Awal tahu kalau Djarum Superliga Badminton 2014 akan diadakan di Surabaya, aku sangat antusias dan bertekad harus bisa nonton langsung di DBL. Alasan utama untuk hadir langsung di DBL adalah melihat langsung permainan Angga Pratama, Suci Rizki Andini dan Tiara Rosalia Nuraidah, apalagi Suci dan Tiara sudah 'resmi' berpasangan lagi. Sehingga sejak awal aku mendukung tim Jaya Raya Jakarta untuk putra dan Mutiara Cardinal Bandung untuk tim putri. Pengennya bisa nonton salah satu hari pas babak penyisihan dan finalnya, tapi ternyata waktu dan keadaan hanya mengizinkan untuk bisa nonton di babak final beregu putra, Minggu, 9 Februari 2014.

Berangkat sekitar jam setengah sembilan dari kos, sampai DBL sekitar jam sembilan. Sesampainya disana, ketika mau parkir motor, aku dihadang calo yang menawarkan tiket seharga seratus lima puluh ribu. Tanpa ambil pusing, aku langsung bilang ke dia, "Calo, ya?" dan tancap gas menuju parkiran. Aku sudah tak peduli lagi dengan ekspresi wajah calo tersebut. Setelah beli tiket di ticket box, aku masuk ke arena pertandingan. Waktu itu tempat duduk yang terisi baru sebelah barat dan timur. Aku beruntung dapat tempat duduk di belakang 'orang-orang penting', hanya berjarak dua tempat duduk dari Gus Ipul (wakil gubernur Jawa Timur) yang hadir pas pertandingan antara Simon Santoso melawan Nguyen Tien Minh.

Di tengah pertandingan Hi Qua Wima Surabaya melawan Unysis Japan yang memperebutkan tempat ketiga yang berakhir dengan kemenangan Hi Qua Wima dengan skor akhir 3-2, ada hal yang berhasil mencuri perhatian penonton DBL, yaitu yel-yel putri-putri Unysis dengan suara khas cewek Jepang yang agak cempreng. Hehehe.. :p

Setelah pertandingan antara Hi Qua dan Unysis selesai, ada hiburan dari band perkusi (aku lupa namanya) dan juga cheerleader (lupa juga namanya). Bertepatan dengan dimulainya pertandingan final antara Jaya Raya dan Musica Flypower Champion, DBL penuh oleh penonton. Teriakan-teriakan INDONESIA (baca: IN DO NE SIA prok.. prok.. prok.. prok.. prok..) mulai bersahut-sahutan memenuhi arena. Sebelum pertandingan dimulai, pemain-pemain dari kedua tim foto bersama. Karena aku tidak buka internet sama sekali, jadi aku tidak tahu daftar pemain yang diturunkan oleh masing-masing tim. Waktu itu aku masih mencari-cari Angga, kenapa anak ini tidak ada saat foto bersama dan tidak ada di bangku Jaya Raya.


Pertandingan dimulai oleh Kenichi Tago (pemain asal Jepang) dari Jaya Raya melawan Alamsyah Yunus dari Musica Flypower Champion. Permainan Alam yang ulet dan dukungan penonton di DBL Arena ternyata tak cukup untuk menandingi permainan Kenichi Tago. Setelah Tago menang, dia berniat melemparkan raketnya ke penonton, tapi raket itu malah berputar berbalik arah. Untung saja, jatuhnya masih di sekitar lapangan dan tidak mengenai siapa pun. Dilanjutkan dengan pertandingan antara Markis Kido/ Hendra Setiawan yang mewakili Jaya Raya melawan Rian Agung Saputro/ Wahyu Nayaka dari Musica. Pertandingan kedua yang dimenangkan oleh Kido/Hendra dengan rubber set ini adalah pertandingan kelas dunia yang sangat menghibur.

Jaya Raya yang telah memimpin dengan skor 2-0 atas Musica mengutus Nguyen Tien Minh (pemain asal Vietnam) untuk menentukan kemenangan Jaya Raya dengan melawan Simon Santoso yang ditugaskan Musica untuk memperpanjang nafas mereka. Penonton di DBL, termasuk aku tentu saja mendukung Simon. Untuk aku pribadi, alasannya adalah ingin melihat Angga main. Di tengah-tengah riuh penonton yang mendukung Simon, sebagian penonton tersedot pada seorang penonton 'gila' yang berulah aneh yang tentu saja mengundang tawa. Sedangkan untuk aku, fokusku pada pertandingan mulai terpecah ke putri-putri Jaya Raya yang mulai hadir mendukung timnya di bangku Jaya Raya. Mereka adalah Bellaetrix Manuputty, Rizky Amelia Pradipta, Greysia Polii, Firdasari, Nitya Krishinda dan Della Destiara Haris.




Sebelumnya, pertandingan partai keempat adalah pertandingan yang paling aku tunggu-tunggu, tapi semuanya berbuah kecewa ketika Jaya Raya menurunkan Markus/Bona. Tidak dimainkannya Angga adalah kesalahan Jaya Raya dan kekecewaanku (belakangan aku ketahui bahwa Angga sakit). Pada waktu itu aku berasumsi, apakah Angga 'sungkan' melawan tim yang ada Hariyanto Arbi di dalamnya yang notabene adalah pemilik flypower (brand yang menyeponsori dirinya). Pertandingan yang ketat sudah kurang menarik lagi di mataku. Di game ketiga setelah interval, penonton di DBL seperti kesurupan. Kemeriahan benar-benar pecah karena provokasi dari offisial masing-masing tim. Provokasi offisial dari Jaya Raya yang melibatkan kehebohan Bella dan Greys ternyata kalah dari offisial Musica. Ditambah dengan pesona Vladimir Ivanov (pemain asal Rusia) yang menjulang bak tiang listrik mampu menghipnotis penonton DBL, sehingga penonton DBL lebih dominan mendukung Musica. Mungkin karena kemeriahan yang begitu luar biasa yang kurang mendukung mereka inilah yang membuat Markus/ Bona yang sudah unggul, banyak melakukan kesalahan sendiri dan akhirnya kalah. Aku yang sejak awal mendukung Jaya Raya, dengan alasan masih kecewa berbalik mendukung Musica dengan hebohnya. Walaupun aku tahu kalau di partai ini Jaya Raya kalah, kesempatan untuk menang sangat kecil karena pemain yang diturunkan Musica adalah Lee Hyun Il (pemain asal Korea Selatan) yang sudah sangat berpengalaman.

Benar saja, pertandingan antara Lee Hyun Il dan Wisnu Yuli sangat garing. Dukungan penonton untuk Wisnu rasanya tak banyak membantu karena kekuatan yang memang sangat timpang. Jujur, aku banyak manyun di partai ini. Selain aku kurang menyukai pertandingan tunggal, perutku mulai menyanyikan kelaparannya. Pertandingan di partai ini juga sangat membosankan karena Wisnu didikte abis sama Lee. Dan akhirnya Musica Flypower Champion menang 3-2 dari Jaya Raya Jakarta.


Acara ini ditutup dengan modern dance dan pemberian doorprize untuk penonton. Karena jam sudah menunjuk di angka enam lebih, akhirnya aku memutuskan pulang. Sebelum keluar dari DBL Arena, aku narsis-narsisan dengan bergaya ala juara di podium yang disediakan di hall DBL. Secara bisnis, acara kali ini sangat menjual. Dan dari segi hiburan juga sangat menghibur. Tapi bukan berarti tanpa cacat, karena memang tak ada yang sempurna. Semoga penyelenggaraan berikutnya lebih baik dari sekarang. Dan semoga di Surabaya lagi, DBL lagi. Hehehe.. :p

JAYALAH BULUTANGKIS INDONESIA!! :)


Salam,
@AriOtnaigus

Jumat, 24 Januari 2014

Keyakinan Kita

Untuk Teresha,

Dalam hancurnya hati aku berdiri
Menyaksikan punggungmu yang semakin menjauh hilang
Meninggalkan jejak langkah yang tak semestinya lagi aku lacak

Disaat kita percaya dengan masa depan
Keyakinan meragukan kita untuk selalu bersatu
Bagaimana mungkin pertanyaan tentang ketidakadilan melagu merdu
Padahal mereka tahu bayangan kita terekat dalam pelukan

Sementara aku berusaha merelakan kepergianmu
Air mata mengantarkan kepulanganmu ke dekapannya
Kita yang tak pernah paham dengan rencana takdir
Kemudian tergagap dengan kenyataan yang menghalang di pelupuk mata
Aku tak mampu mempertahankanmu
Karena sebuah alasan takkan pernah cukup untuk melawan banyaknya ketidaksetujuan

Seandainya saja garis nasib bisa kugoreskan di tanganmu
Akan kuikat simpul berupa genggaman yang menyempurnakan kisah
Tentang cinta yang gugur di musim semi
Waktu tak akan menukar keputusan sebagai penyesalan


Salam,
@AriOtnaigus

Selasa, 14 Januari 2014

Mengapa?, Karena..

Mengapa aku berani berjanji akan selalu disampingmu?
Karena kamu telah bersedia berbagi rasa denganku

Mengapa aku terlihat begitu tangguh?
Karena kamu berdiri di belakangku tanpa lelah

Mengapa aku merasa sangat yakin dengan pilihanku?
Karena kamu adalah satu-satunya jawaban

Mengapa aku tak takut berdiri di tepi jurang?
Karena disitu ada kamu yang menemaniku

Mengapa aku merasa kuat menjalani semua cobaan?
Karena kamu selalu melukiskan senyum di wajahku

Mengapa aku rela melepaskan semua yang ada di genggaman?
Karena dengan memelukmu tanganku sedah terlalu penuh

Mengapa aku tak gentar untuk terus melangkah?
Karena kamu telah mempercayakan jalanmu padaku

Mengapa aku tak ragu dengan masa depanku?
Karena kamu berjalan berdampingan bersamaku

Mengapa banyaknya mengapa menjadi tak mengapa bagiku?
Karena kamu..

Karena kamu disisiku
Semuanya jadi tak mengapa



*terinspirasi dari kisah cinta Dae Jang Geum dan Min Jiong Ho
di Drama Korea Jewel In The Palace. :p

Salam,
@AriOtnaigus

Minggu, 05 Januari 2014

Menunggu Jawabmu

Aku tertahan di tempat ini. Tempat dimana gravitasi tak berlaku disini, semuanya melayang. Di ruang ini tak mudah untuk menyebut hitam ataupun putih. Walaupun aku juga tak begitu yakin kalau itu adalah abu-abu. Disini adalah kamar yang menyediakan banyak pilihan. Satu pilihan akan mengantarkanmu pada sebuah babak baru dalam hidupmu. Tempat ini memang tak pernah nyaman untuk disinggahi berlama-lama. Waktu tak akan pernah berjalan melambat atau berhenti untuk menunggumu. Kepalamu akan terasa berat karena sesuatu akan melecutmu untuk berpacu melawan waktu. Nafasmu semakin sesak dan hidupmu tak akan pernah tenang, diburu oleh hal yang tak akan mengenal lelah untuk mengejar. Air mata akan sering melompat dari matamu untuk menertawakan dan menarikan kebahagiaannya di setiap kesunyian yang tak mampu kau kalahkan. Inilah ruang keraguan. Disinilah tempatmu menentukan pilihan.

Aku masih terjebak di tempat ini. Di dalam penjara yang kuncinya kau sembunyikan, aku berpikir kau sengaja melupakan tempat persembunyiannya. Aku terjerat dalam perangkap kebimbangan hatimu. Aku merasa kamu sengaja menenggelamkan dirimu disini ketika aku melihatmu melemparkan dadu ke udara. Melakukan perjudian dengan enam mata sisinya. Dan aku yakin aku adalah salah satunya. Berkali-kali kau melempar dan tak pernah kau tangkap. Barangkali kamu berharap dadu itu akan terus mengambang di udara. Sehingga kau tak perlu melihat hasil dari pilihanmu yang kau serahkan pada sebuah dadu.

Aku sudah tak tahan lagi. Akan kumudahkan dirimu untuk menentukan. Kali ini aku akan melakukan perjudian sepertimu. Di sakuku hanya ada sebuah koin. Jika dadu terlalu banyak pilihan, koin ini hanya mempunyai dua mata sisi. Di satu sisi aku akan terus bertahan disini, menunggu pilihanmu. Meski pilihan itu mungkin bukan jawaban terbaik untukku. Di sisi lainnya, aku akan meninggalkan tempat ini, melanjutkan perjalanan yang  masih sangat jauh dari tujuan. Namun entah kenapa, aku menyerahkan koin itu kepadamu. Memberikanmu peluang untuk menentukan nasibku sekali lagi.

Ternyata, aku sama sepertimu. Tak cukup berani untuk memilih. Tapi kali ini aku memohon kepadamu, lemparlah koin ini dan tangkaplah. Apapun hasilnya akan aku terima sebagai jawaban. Hanya ada dua pilihan jawaban: ya atau tidak.



Salam,
@AriOtnaigus