Minggu, 30 Desember 2012

ceritaku tentang #PerjalananRasa - Fahd Djibran

Perjalanan Rasa adalah buku keempat dari  Fahd Djibran yang kubeli setalah Hidup Berawal Dari Mimpi, Seribu Malam Untuk Muhammad dan Yang Galau Yang Meracau. Buku ini adalah realisasi dari banyaknya permintaan pembaca setia blognya-- saya termasuk salah satu tang selalu setia menantikan tulisan barunya, untuk membukukan tulisan-tulisannya.
Sebelum buku ini terbit, Fahd meminta pendapat perihal warna cover buku ini pada caln pembacanya. Waktu itu ada 3 pilihan warna; merah, kuning dan biru. Dan ternyata warna merah menjadi yang paling banyak dipilih oleh para calon pembacanya, termasuk aku. Aku memilih merah, menurutku merah itu berani karena dibutuhkan keberanian untuk melakukan sebuah perjalanan dan layaknya kain merah yang dibentangkan sang matador, buku ini seakan 'menantang' para calon pembaca untuk melihat isi di dalamnya. Satu lagi, dengan warnanya, buku ini akan terlihat menonjol jika dipajang di rak novel toko buku sehingga akan menarik setiap yang melihatnya.

Buku ini adalah kumpulan tulisan-tulisan di blognya Fahd dan semuanya dapat dibaca di www(dot)fahdisme(dot)com. Tetapi buku ini menyajikan sesuatu yang berbeda dari blognya. Kata terakhir di tiap bab 'sebagai tongkat estafet'-- menjadi jiudul di bab berikutnya, Sehingga buku ini terasa 'mengalir' seperti sungai jika kita membacanya berurutan. Walaupun seperti buku-buku Fahd yang lain yang diibaratkannya seperti puzzle-- yang tidak harus berurutan untuk membacanya. Kita dapat membaca bab A jika kita sedang mengalami perasaan seperti bab A, lalu  kita dapat membaca bab S jika kita mengalami seperti bab S. Dari 51 bab di buku ini, 46 diantaranya berjudul hanya dengan 1 kata, tapi dari 1 kata itu memiliki makna yang begitu luar biasa.Diawali dengan "Mama" dan diakhiri dengan "Ayah", seolah menyiratkan bahwa perjalanan dimulai dari keluarga. Apapun yang kita cari diluar sana, sejauh manapun kaki melangkah, pada akhirnya akan kembali ke rumah-- ke dekapan hangat keluarga tercinta.

Walaupun buku ini secara khusus dipersembahkan Fahd untuk putranya-- Falsafa Kalky Pahdepie, namun menurutku buku ini ditujukan untuk siapa saja, karena tulisan-tulisan 'sederhana' di buku ini berisi hal-hal yang terjadi di sekitar kita, hal-hal yang sering terlupakan, hal-hal yang telah, sedang atau mungkin akan terjadi pada diri kita. Buku ini tidak bersifat menggurui, disini Fahd berbagi cerita dan pengalamannya yang mungkin saja sama atau setidaknya mirip dengan apa yang kita alami. Seperti judulnya Perjalanan Rasa, segala rasa yang kita jalani selama hidup ada di buku ini. Siapkan 'bekal' untuk berpetualang di dalamnya, karena kita akan dibuat terharu hingga berair mata kemudian menangis bahagia lalu tersenyum menang saat membaca buku ini. Ada tamparan-tamparan halus, sindiran-sindiran lembut namun ada nasehat-nasehat super di akhirnya.

Banyak metafora di buku ini, banyak pesan-pesan moral yang mengajak kita berpikir, memasuki lebih dalam lagi tentang perasaan kita, kejujuran hati kita dan menanyakan kembali (si)apa kita ini. Buku ini tidak 'menjual' kisah-kisah picisan , juga bukan hanya membuat pembacanya menjadi galau, tapi jauh dari itu buku ini mengajak dan mengajarkan kita untuk lebih memaknai hidup. Buku ini dapat dijadikan pengingat saat kita lupa, penasehat saat kita bimbang, pegangan saat kita hendak jatuh, penghibur saat kita merasa kecewa dan buku ini seakan mengulurkan tangannya ketika kita jatuh-- lalu mengajak kita bangkit, berdiri lagi dan melanjutkan perjalanan kembali.

Tak ada gading yang tak retak, seprti buku ini yang tak akan sempurna jika hanya jadi sekedar bacaan tanpa diterapkan dalam kehidupan nyata. Separti tulisan terakhir Fahd di buku ini, "Sejak awal, aku sedang mencoba membebaskan perasaanmu. Tapi aku hanya bisa menunjukkan jalan;K aulah yang harus menempuhnya sendiri. Selamat menempuh perjalanan rasamu sendiri."

Selama kita tetap bernafas, perjalanan harus terus berlanjut. Selama kita masih berhati, kita akan selalu merasa. Dan untuk Perjalanan Rasa, selama Fahd masih menulis, saya akan menantikan Perjalanan Rasa 2, Perjalanan Rasa 3 dan seterusnya. Semoga... :) 



Salam,

@AriOtnaigus











Senin, 17 Desember 2012

Untitled (2)


Kuberjalan dalam heningnya malam
Kemanakah hati ini akan kulabuhkan
Kurasakan diriku telah tenggelam
Terhempas keras di tengah lautan

Kau kenalkan aku pada sebuah rasa
Kau ajarkanku untuk merasa
Kaulah yang memberiku asa
Kau juga yang menjadikanku putus asa

Kau ajak aku terbang melayang
Menyapa mentari dengan penuh keramahan
Menarikan pena diatas bintang
Menuliskan kisah romantis kebahagiaan

Kau ikat aku dengan kasihmu
Kau genggam tanganku berlari menembus waktu
Menuju surga yang kulihat di balik matamu
Kau dan aku bersumpah untuk satu

Namun perlahan kau lambaikan tangan
Tanpa kata kau ucap salam perpisahan
Kau tinggalkanku dalam diam
Menahan isak dengan mata terpejam

Kuharap ini hanyalah mimpi buruk
Hingga saatnya kubangun tak kan terpuruk
Kuyakini kau bukanlah "titik" 
Sekedar keindahan yang sempat mengusik

Kau bukan penentu
Bukanlah tempat akhir yang kutuju
Kau hanyalah persinggahan
Yang tega membiarkan rasa ini terabaikan

Izinkan aku kepakkan sayap
Biarkan bebas lepas seperti uap
Meneruskan langkahku walau gelap
Tentang hidupku yang belum terungkap

Akan ada pelangi setelah hujan
Senyuman hadir seusai tangisan
Kau hanyalah bagian kecil kehidupan
Kaulah kenangan...



*dulu kau dan aku adalah kita,
sekarang kau adalah kenangan..sementara aku harus tetap berjalan..
biarkan kita, waktu yang tentukan...



@AriOtnaigus

Jumat, 07 Desember 2012

Mengenang Kenangan

Dua hari ini aku seolah diajak untuk menengok ke belakang, seperti menaiki mesin waktu yang berjalan mundur ke kejadian-kejadian beberapa tahun yang lalu. Ketika aku membuka twitter, aku menjumpai tagar 90an yang pertama kali dibuat komedian kreatif, Denny Cagur. Segala sesuatu yang terjadi di masa itu, tentang trend-trend di masa itu, jajanan-jajanan era itu, mainan-mainan, film, musik sampai mitos-mitos yang 'hidup' di zaman itu. Pikiranku waktu itu langsung kembal;i ke masa itu, mengenang kembali kenanganku, mengingat-ingat lagi apa yang aku lakukan di zaman itu dan mencoba menyapa kembali era itu. Aku seperti dibuat 'hanyut' dalam memori di masa itu.Layaknya bertemu kembali dengan teman lama yang telah lama berpisah, diriku yang dulu seolah bercerita dengan diriku yang sekarang.

Aku suka mengenang, karena kelak aku dapat bercerita pada generasi mendatang. Aku suka kenangan, karenanya kujumpai senyuman. Aku suka mengingat, mengingat-ingat kejadiah indah, kejadian indah masa lalu yang kadang terlupakan.

Aku lahir di akhir tahun 80an, dan tumbuh sebagai anak-anak di tahun 90an. Aku merasa menjadi orang yang beruntung karena menjalani masa anak-anak di tahun itu. Aku mempunyai duniaku sendiri, mempunyai lagu-lagu dan idola seusiaku. Di tahun itu adalah tahun emas bagi penyanyi-penyanyi cilik. Siapa waktu itu yang gak kenal Melisa si 'Abang Tukang Bakso', si 'Lumba-Lumba' Bondan Prakoso, 'Ci Luk Ba' ala Maissy, 'Diobok-obok' sama Joshua 'Cit Cit Cuit', Trio Kwek-Kwek yang 'Kutakut Mamaku Marah', Tina Toon si Bolo-Bolo sampe 'Nyamuk Nakal' Eno Lerian. Tiap hari minggu dari pagi sampai siang, TV menyuguhkan tontonan khusus anak-anak. Anak-anak pun juga punya acara musik sendiri seperti Krucil, Klak Klik dan Pesta Ceria. Sekarang mana ada artis cilik yang benar-benar 'cilik', mungkin Ponari kali ya? eh Ponari artis bukan sih?Hehehe... :p

Keterbatasan di waktu itu membuat kita menjadi kreatif, membuat kita mau berpikir untuk mencioptakan mainan dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dulu dikasih uang jajan seratus rupiah receh yang besar gambar 'gunungan' atau lembaran gambar perahu udah seneng banget, apalagi dikasih yang gambar monyet, itu udah banyak banget. Jajanan 'Anak Mas' dan permen karet 'YOSAN' yang hadiahnya ada di huruf N dan sampai sekarang belum pernah nemu, entah sebenarnya ada atau tidak huruf N nya gak pernah ada yang tahu.Hahaha...

Punya duit gambar 'Pak Harto Senyum' dulu berasa jadi orang kaya, sekarang punya uang lima puluh ribu gak kerasa sudah habis, seperti nngak ada artinya. Yang paling kuingat waktu itu, liat 'Sekaten' --acara adat dan tradisional Solo menyambut Maulid Nabi, pulangnya dibelikan celengan sapi dari tanah liat oleh bapak, aku isi dengan uang logam seratusan dan mecahnya setahun kemudian menjelang adanya 'Sekaten' lagi buat uang saku nonton.

Memang tak akan pernah habis buat bernostalgia dengan tahun 90an, masa kecil aku tumbuh. Namun waktu terus berjalan maju, kitapun harus berjalan maju pula. Biarlah yang lalu menjadi hal yang tak terlupakan, yang indah menjadi kenangan dan yang buruk kita jadikan pengalaman. Dan kini aku mtersenyum sambil mengingat-ingat... :)


Generasi 90an,

Ari