Kamis, 15 November 2012

Cerita Teman

Suatiu hari seorang teman hadir dengan masalahnya yang begitu kompleks, begitu rumit. Seperti benang kusut yang tak mudah untuk diurai. Masalah yang datang secara beruntun seakan tanpa jeda. Masalah yang sebenarnya berakar pada satu hal --UANG. Ya, sekarang semuanya berkoneksi dengan uang. Uang telah menjadi raja, menjadi dewa bahkan bagi sebagian besar manusia uang telah menjadi yang di-tuhan-kan. Mungkin banyak orang bijak yang mengatakan --menurut teorinya, kebahagiaan tak dapat diukur dengan uang. Akupun menyetujuinya dan mencoba untuk meyakininya, namun kenyataannya uang telah menjadi sumber kebahagiaan yang (di)utama(kan) bagi hampir sebagian manusia. Tak terelakkan kalo punya uang banyak masuk dalam daftar jawaban kebanyakan orang jika ada pertanyaan 'hal apa saja yang membuatmu bahagia?'

Cerita teman, bermula dari keterbatasan ekonomi keluarga yang memaksa keluarga ini untuk meminjam uang dengan jaminan. Dari hal ini akhirnya masalah-masalah baru muncul bergantian tanpa permisi, menumpuk bagai tumpukan sampah yang menggunung. Gali lubang tutup lubang telah berulang kali, bunga yang terus membengkak, saudara yang tertangkap polisi dan dipenjarakan dan masih banyak masalah pelik lainnya. Satu yang membuatku terharu ketika dia menceritakan, ibunya menangis dan jatuh sakit memikirkan apa yang terjadi dengan keluarganya. Wanita single parent yang sudah renta ini semakin kurus --dengan bobot hanya 36kg ,masih harus bekrja ekstra keras untuk membantu menopang ekonomi keluarga besarnya yang semakin rapuh.

Sempat suatu hari, teman berkata ingin lari dari rumah, lari dari segala permasalahan. Rumah bukan lagi tempat yang nyaman baginya untuk sekedar melepas lelah. Alasan yang membuatnya berat meninggalkan rumah adalah ibu dan adik perempuannya. Aku hanya dapat berkata kepadanya 'masalah yang hadir itu untuk dihadapi bukan untuk dihindari, tak ada kesakitan yang tak berkesudahan, tak ada awal yang tak berakhir. Sekuat apapun masalah yang kita hadapi, yakinlah kita (harus) lebih kuat darinya'. Walaupun aku sendiri mungkin belum tentu sanggup jika hal itu menimpaku.

Yang membuatku tersentak ketika dia bilan ingin menjual satu ginjalnya. 'aku rela menderita di sisa umurku jika ternyata itu bisa membuat ibu dan saudaraku bahagia', katanya. Aku tak dapat berkata apa-apa, sebuah pengorbanan besar yang dilakukannya untuk keluarganya ini membuatku terharu. Tapi aku tak pernah menyetujui dan merelakan hal itu. Yakinlah kawan, masih banyak jalan lain yang lebih indah jika jalan yang kau tempuh begitu sulit untuk dilalui. Semua akan indah waktunya, dengan cara yang mungkin tak pernah kita mengerti. Bersabarlah kawan...
I'll be there for you, InshaAllah..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar