Minggu, 17 Februari 2013

Rapuh

Kebanyakan wanita menyukai melihat warna-warni dari kelopak bunga yang bermekaran atau menatap bulan purnama dan bintang-bintang yang bertaburan di langit dari atas balkon, namun kau berbeda dari kebanyakan kaummu, meski tak aneh, hanya unik dan penuh misteri. Kau begitu suka memandang sarang laba-laba. Suatu hari aku pernah melihatmu dengan sangat serius memperhatikan seekor laba-laba yang sedang sibuk menyulam benang sarangnya dengan bentuk tak beraturan. Ketika aku mengganggu kesibukanmu itu dengan pertanyaan "Ada yang menarikkah dari sarang laba-laba itu?" Kau tampak kaget dan menjawab "Dia hanya misterius." Lalu kau pergi dan meninggalkan aku sendiri yang sebenarnya tak terlalu puas dengan jawabanmu.

Setelah hujan lebat yang seperti air tumpah dari atas membasahi tanah telah reda. Kita duduk santai di teras rumah, mengharapkan hadirnya pelangi yang tersenyum setelah tangisan yang luar biasa oleh sang langit. Sudah cukup lama kita tak melakukan hal seperti ini berdua. Kau terperanjat dari dudukmu menuju ke pohon jeruk yang kau tanam di dalam pot. Lagi-lagi laba-laba yang menyulam sarangnya menarik perhatianmu. Kau memperhatikan dengan seksama. Kembali aku bertanya "Ada yang menarikkah dari laba-laba yang sedang membangun sarangnya?". Aku berharap kali ini kau dapat sedikit memuaskanku dengan jawabanmu. Kau duduk kembali , setelah menghela nafas panjang kau mulai menjawab pertanyaanku. "Aku kagum dengan mereka, Don. Betapa tegarnya mereka, dengan keterbatasan yang mereka miliki mereka tak pernah menyerah. Mereka membangun kembali rumah mereka setelah hujan badai menghancurkannya, lagi dan lagi. Sendiri."

Berhari-hari aku merenung, memikirkan jawabanmu. Aku ingin kau tahu, aku tak ingin kau menjadi seperti laba-laba dengan sarangnya. Aku tak setuju denganmu. Menurutku mereka bukan tegar melainkan rapuh. Mereka tak benar-benar tegar. Ketegaran mereka semu. Sarang mereka adalah rumah yang paling rapuh dari rumah apapun. Aku juga sadar, kau menjadi orang yang pendiam, penyendiri dan misterius sejak kematian orang tuamu. Senyuman menjadi sesuatu yang mahal darimu. Suaramu menjadi sesuatu yang tertahan di kerongkonganmu. Kau lebih banyak menghabiskan waktumu di dalam kamar, berdiam, menutup diri dari dunia luar yang penuh warna.

Aisyah, aku ingin kau seperti dulu. Kau yang ceria, kau yang sangat suka bergaul, kau yang menebarkan cinta dengan senyummu walau sekali dua kau juga menangis. Aku baru menyadari sekarang, ternyata aku tak pernah melihat kau menangis lagi, air mata yang mengalir dari matamu kulihat terakhir kali waktu kau kehilangan orang tuamu tiga tahun lalu. Waktu itu tangismu pecah seakan itu adalah kesedihan terberat dalam hidupmu. Kau memperlihatkan ketegaranmu pada dunia, pada orang-orang dan terutama kepadaku. Tapi aku tak yakin kau benar-benar tegar. Dibalik ketegaran yang kau tampakkan, kau sebenarnya rapuh. Serapuh sarang laba-laba yang suka kau perhatikan.

Keluarlah Aisyah! Bicaralah! Tersenyumlah! Ceritakan padaku! Apa saja yang ingin kau ungkapkan. Menangislah! Kalau kau memang ingin menangis. Berbagilah denganku! Bahu ini selalu ada untukmu bersandar. Percayalah! Kau butuh teman bicara, teman yang mau mendengarkan perasaanmu. Aku berjanji akan menjadi pendengar yang baik untukmu. Kau tak usah berpura-pura tegar, tak usah merasa mampu menghadapi cobaan hidup sendirian.Tak perlu malu menunjukkan kerapuhanmu. Rapuh bukanlah kesalahan karena kita memang manusia, yang salah jika kau merasa semuanya akan baik-baik saja dengan menunjukkan ketegaranmu yang palsu. Maafkan aku, Aisyah. Maafkan aku yang terlalu lama mengabaikanmu. Terlalu lama tak menyadari jika ternyata kau bersembunyi dibalik topeng ketegaranmu. Sekarang, mari kita hadapi tantangan hidup berdua Aisyah. Sambutlah tanganku ini, genggamlah dan kita bergandengan menjalani perjalanan yang penuh liku ini bersama. Nyanyikanlah hidup ini dengan suara hati terindahmu. Kita pasti bisa. Kita kuat. Tersenyumlah dengan jujur, Aisyah. Tersenyumlah, adikku sayang. :)



Salam,

@AriOtnaigus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar