Selasa, 29 Januari 2013

Ceritaku tentang #KataHati - Bernard Batubara (sebutlah ini review)

Jujur, sebelum aku membeli Kata Hati, aku sama sekali tidak "mengenal" karya-karya dari Bernard Batubara. Membeli buku ini pun juga dengan ketidak sengajaan. Awalnya, Kamis 24 Januari 2013 kemarin ke gramedia untuk mencari sebuah buku--yang ternyata belum ada. Daripada pulang dengan tangan kosng, kuputuskan untuk membeli buku lain. Ada dua buku yang menarik perhatianku--yang membuatku menjadi bimbang. Yang pertama, Sadgenic - Rahne Putri, dengan tujuan ingin mempertemukannya di ruang bacaku dengan "pasangannya" Dear Zarry's - Zarry Hendrik yang lebih dulu kubeli. Yang kedua adalah Kata Hati. Buku ini sudah sering aku lihat ketika ke toko buku, namun lolos dari perhatianku. Waktu itu, entah sesuatu apa yang menggerakkan tanganku untuk mengambilnya dari rak dan membalik--melihat tulisan di belakangnya. "Ketika tak ada lagi yang bisa kau percaya, ikuti kata hati". Dan kata hatiku memutuskan untuk membeli buku ini.

Di dalam buku tertulis "Cetakan pertama, Juli 2012 dan Cetakan ketiga, Oktober 2012. Wow..berarti buku ini telah "menarik" banyak orang. Setalah follow akun twitter penulisnya (at)benzbara_ dan membuka blog bisikanbusuk(dot)blogspot(dot)com ,aku menemukan fakta bahwa buku ini akan difilmkan pada tanggal 14 Februari 2013. Aku semakin penasaran, pasti ada yang "wah" dari buku bergenre novel romance ini.

Terlepas dari cerita di novel ini nyata atau fiksi. Kish cinta anak-anak manusia disini sangat realistis, yang sangat mungkin terjadi. Dengan mengambil setting tempat di Yogyakarta, novel ini menggambarkan dengan detail lokasi-lokasi yang menjadi latar di tiap-tiap adegan. Begitu pun dengan ekspresi dan kostum dari tiap karakternya diceritakan dengan sangat rinci oleh Bara. Sehingga memudahkan pembaca untuk berimajinasi dan "masuk" ke dalam cerita di novel ini. Alur yang cepat dan tidak bertele-tele semakin membuat pembaca penasaran dan bertanya-tanya "Apa yang terjadi selanjutnya?" ,sehingga tanpa sadar keingintahuan para pembaca tersebut telah menuntun tangan mereka untuk membalik halaman demi halaman dari novel ini. Gaya bahasa yang biasa dipakai sehari-hari dan kepandaian merangkai kata dari Bara, menjadikan novel ini mudah dicerna dan indah untuk dibaca. Konflik antar karakter diceritakan dengan "dalam", membuat semua adegan di novel ini berasa penting.

Hal lain yang menarik bagiku adalah keterlibatan lagu Fix You - Coldplay dalam novel ini, yang tanpa kusadari telah menyeretku untuk berziarah ingatan masa lalu. Novel ini juga membuatku "mencari" lagu-lagu Adhitia Sofyan yang sebelumnya belum pernah kudengar.

Adegan favoritku dalam novel Kata Hati:
  1. Perkenalan Randi dan Fila di chapter "Cokelat Panas"
  2. Perdebatan Hitam-Putih cinta antara Randi dan Fila di chapter "Di Djendelo Koffie"
  3. Percakapan Randi dan Fila tentang jatuh cinta dan kehilangan di chapter "Malioboro"
  4. Pertemuan Fila dan Dera di chapter "Dua Hati"
  5. Obrolan romantis Randi dan Fila di Pantai Sadranan di chapter "Bicara Hati"
Quotes novel Kata Hati:
  • Masa lalu tak seharusnya kembali dan memang tak sepantasnya kembali. (hal. 11)
  • Sesuatu yang membuatmu pergi, pada saatnya akan menjadi sesuatu yang membawamu pulang kembali. Sesuatu itu berwujud satu, tetapi memiliki dua nama, "luka" dan "kenangan". (hal. 29)
  • Memang ada beberapa orang yang  begitu sulit diterima sebagai bagian dari riwayat hubungan. Lebih bisa diterima sebagai bagian dari jejak kesalahan. (hal. 123)
  • Sesuatu yang besar hanya bisa dihancurkan dengan hal lain yang juga besar. Jika cinta dapat menghilang karena hal-hal remeh dan tidak terlalu penting, sejak awal, itu bukanlah cinta. (hal. 151)
  • Jika tidak bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan, jagalah apa yang sudah kamu miliki. (hal. 162)
Dan akhirnya, tak ada alasan bagiku untuk menyesal membeli buku ini. Justru aku merasa beruntung, menemukan dan membacanya sebelum diangkat ke layar lebar. :)


Salam,

@AriOtnaigus

Rabu, 23 Januari 2013

Aku Lemah

Hari ini aku akan mengubur satu impian, yang semakin sulit untuk kukejar. Bukan pesimis, namun mencoba realistis. Aku tak akan lagi berambisi menjadi seorang penulis lagi, biarlah satu impian itu menjadi mimpi indah yang terkenang dan tak akan kubangunkan dari tidur panjangnya. Aku mencintai dunia menulis dan mengakrabi kata-kata, namun dunia ini seperti tak memberikan tempat untukku yang mungkin memang tak berbakat di lahan ini. Dengan segala keterbatasan yang ada pada diriku, rasanya sulit untuk kuraih asa itu. Waktu yang tak pernah mau menunggu dan terus berlari, sementara aku yang berjalan bersamanya selalu tertinggal dengan keterbatasan-keterbatasanku. Aku sudah cukup lelah. Mungkin usahaku belum maksimal, namun harapku selalu melebihi kapasitas maksimalku. Terdengar bodoh dan konyol memang, namun begitulah aku, pemimpi yang terlalu takut akan kekalahan dan kegagalan. Dunia telah mengalahkanku. Kau boleh menganggap aku pengecut atau apapun itu. Aku menyerah. Aku kalah. Tapi aku lebih suka menyebutnya mundur. Aku sadar diri, ini bukan ruangku. Ini bukan jalanku, saatnya aku mencari jalan lain yang mampu kulalui dengan segala keterbatasanku. Aku tak sepenuhnya meninggalkanmu, mungkin hanya melepaskanmu. Selamat tinggal impian 'penulis' ku. Sampai jumpa di dunia bawah sadarku.


salam,

Ari.

Kamis, 17 Januari 2013

Misteri

Dearest..
#NoMention

 Hari ini aku ingin membebaskan perasaanku akan cinta. Aku ingin melepaskan jerat masa lalu yang sebenarnya belum tuntas rerselesaikan. Tentang cinta yang ingin kubukukan dalam album kenangan kisah cintaku. Tentang misteri yang tak ingin kuungkap lagi kenyataannya. Tentang rasa yang ingin kuisi dengan cinta yang baru. Aku sedang berusaha melahirkan perasaan yang baru dalam rahim hatiku.

Mungkin terlalu konyol untuk dimengerti jika aku masih menyimpan harapan pada sebuah cinta monyet. Cinta monyet yang kujaga, kupupuk dan kurawat sejak masih di sekolah dasar hingga kuputuskan untuk mengakhirinya dengan tulisan ini. Aku yang menanam namun aku yang harus mematikannya sendiri, ironis. Entah rasa apa waktu itu yang membuatku selalu terkagum, selalu tersenyum ketika melihatnya. Ah, benarkah aku merasakan getar cinta pertama di usia yang terlalu dini untuk kumengerti maknanya. Entahlah..

Hingga akhirnya waktu yang memisahkan kita, kau memilih sekolah yang dekat dengan rumahmu dan aku pun demikian. Rasa itu tak pernah terungkap. Aku menjalani kehidupan dengan rutinitas-rutinitas yang mengalir setiap hari dan aku aku hanyut mengikuti arusnya. Sampai suatu hari aku menerima sepucuk surat yang kau titipkan kepada salah seorang temanmu yang juga temanku. Seperti kisah-kisah cinta dalam novel, hatiku berbunga-bunga dan rasa yang lalu yang masih kujaga dan selalu kurawat ikut bergairah. Surat yang mendekatkan jarak dan waktu yang memisahkan kita, selalu aku tunggu. Cerita-cerita kecil seperti nilai-ilai rapotmu yang meningkat, kau jadi juara peralel di sekolahmu selalu membuatku ikut bangga dan tersenyum. Kau memang cerdas dan menarik.

Waktu berjalan, dan kau telah menjadi karya bagiku. Berpuluh-puluh puisi telah tercipta untukmu. Aku tak pernah mengerti, mengapa yang ada pada dirimu selalu memancing kata-kata indah tercipta. Tentang rambutmu, matamu, lekuk tubuhmu, gerakmu dan semua yang keluar darimu memikatku, mengundang pujian-pujian terlontar dari mulutku. Memasuki masa SMA, kita masih dan hanya terjalin dengan surat, tanpa pernah sekalipun bertatap muka. Rasa itu masih kujaga, namun aku merasa semakin tersiksa menyimpan rasa itu. Rasa yang sesungguhnya masih misteri. Mengagumimu bukanlah bahagiaku. Mengagumimu adalah luka bagiku, karena mengagumimu membuatku mengharapkanmu. Sementara mengharapkanmu seperti ku coba menangkap angin, begitu sulit. Huh..

Akhirnya aku terjatuh pada hati wanita lain, adik kelasku. Kita jadian, namun rasaku padamu tak mampu targantikan. Kau dan dia berbeda, namun terlalu jahat jikaku membanding-bandingkan kau dengannya. Kau menempati sebelah ruang dihatiku dan dia singgah di hati sebelahnya. Tapi yang pasti, dia telah ada dalam dekapku, sementara kau adalah rasa yang belum terungkap. Karena kemajuan tehnologi, kita tak lagi main surat-suratan. Kita berhubungan dengan SMS, namun aku seperti kehilangan dirimu. Aku merindukanmu dalam surat, karena memang ada kekuatan dalam bahasa surat yang tak mampu kutemui dalam barisan kata SMS yang kau tulis. Kita menjadi hambar. Aku pun juga mencoba menikmati rasa yang baru dan mungkin kau juga begitu.

Kita semakin menjauh dengan kesibukan masing-masing. Aku bersiap untuk ujian nasionalku dan kau entah sibuk dengan apa, mungkin kuliahmu. Ya, waktu SMA kau masuk kelas akselerasi dan kau kuliah di luar kota. Aku putus. Aku kembali mengharapkanmu, namun kau yang merasa lebih dewasa selalu salah menilaiku, aku yang selalu kau bilang ketus dan terlalu kekanakan untuk kau ajak bercerita. Atau mungkin memang aku yang salah, karena entah mengapa setiap mendapat SMS darimu aku menjadi salah tingkah, sehigga apa yang ingin kutulis selalu menjadi berbeda dengan apa yang terkirim untukmu. Kita kehilangan kontak, namun rasa itu masih kujaga.

Aku mengenal dunia twitter, dan aku mencarimu disana. Aku berhasil menemukanmu, kau telah menjadi orang yang sukses. Kecewa perlahan menjalariku ketika ada foto kau dengan seorang pria yang menggendong bayi perempuan mungil yang begitu lucu dan menggemaskan. Aku mencoba menolak kenyataan, namun nyatanya mereka adalah suami dan anakmu. Selamat berbahagia harapanku, selamat berbahagia rasa yang selalu kujaga, selamat berbahagia misteri yang tak sempat terungkap. Aku rela menunda senyumku jika ternyata itu mampu membuatmu tersenyum, karena senyummu adalah bahagiaku.

Dan kini aku telah membebaskan diriku dari jerat misteri dan harapan masa lalu. Kaulah kenangan terindahku, kaulah perjalanan cinta yang memainkan rasaku. Aku telah mendapatkan hati yang baru yang siap kuisi dengan misteri-misteri cinta yang baru. Izinkanlah kutuliskan lirik lagu dari ADA Band - Misteri.

Pertama ku melihat kau melangkah di depan mata
Tersenyum memandangku tak sadar jantung berdebar
Ada yang berbeda dari sikapmu yang tenang
Menggoda batinku ingin lebih mengenalmu

Kau misteri yang mainkan rasa
Hingga ku hanyut
Menyeretku ke sebuah cinta
Yang penuh keindahan

Malam semakin larut sinar bulan kian meredup
Ku menunggu hadirmu datang menjemput mimpi
Jangan pernah pergi gelisah jiwa tak menentu
Lelah ku tanpamu beku dalam sendirian


Salam,

@AriOtnaigus

Minggu, 13 Januari 2013

Perasaanku Tak Berjudul (???)

Aku ingin bertanya , namun aku tak butuh jawaban.
Aku ingin berbicara, tanpa aku harus memberi alasan.
Aku ingin bercerita, walau mungkin tak ada yang mendengar.
Aku ingin menulis, meski tak akan pernah dibaca.

Belakangan ini, aku merasakan hidupku tak berarti. Mungkin sejak pergantian tahun kemarin aku merasa hidupku terlalu 'mengalir' mengikuti arus, segalanya berjalan serasa tanpa kesadaranku. Bahkan untuk sekedar mengingat kejadian yang terjadi pada hari-hariku pun aku tak sanggup. Ada apa dengan hidupku ini? Aku kembali menjalani hidupku pada rutinitas yang memaksa raga yang sebenarnya ingin berteriak, namun jiwaku seperti tak mau mengikuti raga ini melangkah. Jiwaku seperti masih tertinggal di rumah, tempat yang selalu aku rindukan. Aku tak tahu apakah karena tak berkualitasnya waktu yang kujalani selama di rumah kemarin atau karena aku sudah muak dengan topeng-topeng manusia di sekitarku sekarang.

Aku berada di titik hidup yang tak pernah aku mengerti. Di titik jenuh kehidupan yang memberikan jarak yang jauh antara yang 'ada' dan 'tak ada'. Kesenjangan yang menjadi batas dalam menikmati indahnya hidup. Hukum dunia yang semakin tak mampu untuk kupercayai. Tentang arti sebuah kata 'keadilan' yang semakin tak mampu aku mengerti, semakin tak tahu keadilan ini masih ada atau tidak, semakin bingung dengan terciptanya istilah keadilan, (diper)untuk(kan) (si)apa ???

Adil memang bukan harus menyama ratakan, namun adil itu sesuai porsinya. Porsi yang bagaimana? keadaan yang bagaimana? Ukuran keadilan menjadi rancu untuk dilaksanakan. Andai aku mampu hidup bebas seperti burung di angkasa. Mengepakkan sayap dengan sempurna menjelajahi cakrawala, berkicau menyanyikan kebahagiaan dan merayakan kebebasan. Ah, benarkah mereka benar-benar bebas? Bukankah kau juga tak pernah tahu hal itu??

Hidup memang kompetisi yang sengit. Pertandingan yang harus dimenangkan. Semua ingin menang, semua ingin jadi yang terbaik, namun ternyata harus ada yang bersedia untuk (di)kalah(kan). Menurtku, pemenang adalah mereka yang mau dan mampu belajar dari kekalahan, sementara pecundang adalah mereka yang takut akan kekalahan. Walaupun aku sendiri juga masih belum mampu untuk menghilangkan rasa takutku akan kekalahan-kekalahan. Kekalahan selalu meninggalkan luka, rasa sakitnya pun hanya kita yang mampu untuk menyembuhkannya. Aku ingin berteriak, meneriakkan tentang kemenangan yang harus ditentukan dengan deret rangking, standarisasi yang berdasarkan urutan yang menciptakan pengelompokan-pengelompokan kasta.

Cinta yang katanya mempunyai kekuatan lebih besar dari apapun di dunia ini, apakah masih menjaga kemurniannya sebagai rasa yang paling indah? Aku ingin melepaskan topeng-topeng kemunafikan, aku tak mau lagi berdiri di belakang 'citra', aku ingin jujur sejujur jujurnya, namun pertanyaan-pertanyaan bernada sinis dari suara-suara yang tak kukenali hingga suara yang sangat akrab denganku-- suara hatiku sendiri, mulai memenuhi telingaku. Apakah kau mampu? Apakah kau sanggup? Sampai kapan kau mampu? Sampai kapan kau sanggup???

Tentang perasaanku padanya, aku ingin menuliskan dan membisikkan untuknya. "Aku adalah udara yang kau hirup. Yang semestinya penting bagimu, namun hadirnya sering tak termaknai olehmu". Ah sudahlah, aku tak ingin bersok romantis, sesungguhnya aku sedang kesal akan keadaan, sedang rindu kehangatan rumah, sedang berharap dengan keajaiban yang mampu mengubah keadaan, sedang bingung melepaskan jerat topeng, sedang mencari tahu tentang makna keadilan, sedang bimbang akan perasaan, sedang belajar memaknai hidup..huh sedang mencoba menikmati tanda tanya kehidupan.

Aku ingin menangis tanpa berair mata...


Salam,

@AriOtnaigus

Sabtu, 05 Januari 2013

Tak Sempurna

Saat senja datang gantikan siang
Mereka bilang kau malam tanpa bulan
Beda tak sama kau yang tak sempurna
Bagiku kau segalanya murni estetika

Apa yang kau tanam itu yang kau petik
Apa yang kau jalani slalu beri yang terbaik
Impian tentang kau yang tak berbatas
Jauh dari sempurna tapi membekas

Silahkan jadi hakim tuk semua perkara
Keterbatasan ini tulus jalankan cinta
Terhina dalam hati tersudut karna beda
Kau sosok tak sempurna tapi bermakna

Alunan lagu "Tak Sempurna" dari Bondan Prakoso & Fade 2 Black dari ipod seorang anak laki-laki kecil yang duduk di bangku seberang kamar ICU  seakan mewakili perasaan Ratri kali ini. Ratri menatap anak itu, tanpa sadar air matanya mengalir di kedua pipinya.

"Tante kenapa nangis?" anak kecil itu menghampirinya kemudian duduk di sampingnya.
Ratri menghapus air matanya, "Gak apa-apa, kamu anak kecil kok disini?"
"Aku mau memberikan semangat ke kakakku yang baru aja operasi ginjalnya. Kakakku baik lho tante, dia selalu mau jika aku ajak bermain mobil-mobilan. Kalau tante nungguin siapa?" tanya anak kecil yang mungkin usianya baru sekitar 7 tahun itu.
"Tante lagi nungguin suami tante yang baru aja kecelakaan. Semoga kakak kamu lekas sembuh ya." jawab Ratri seraya mengusap kepalanya.
"Makasih tante." Anak itu berlari kembali ke mama dan papanya.

Bagas, suami Ratri adalah seorang pemadam kebakaran yang kini sedang dalam masa kritis setelah mengalami kecelakaan kerja. Bagas menderita luka bakar serius hampir 90% di tubuhnya. Laki-laki itu mendapatkan tugas memadamkan api di sebuah kampung padat penduduk. Dia mengalami kecelakaan ketika menyelamatkan seorang anak perempuan yang waktu itu terjebak dalam rumahnya yang kebakaran. Sial, dia tertimpa atap rumah yang terbakar ketika hendak keluar dari kobaran api. Untungnya anak perempuan yang diselamatkannya tak mengalami luka bakar serius. Anak itu berada di dekapan Bagas ketika atap rumah menimpa mereka. Kini dua hari sudah Bagas ada di ruang ICU dan setelah operasi dia belum sadarkan diri.

Serupa bunga tanpa mahkota
Seperti air mineral tanpa o2
Ku tlaah jauh kembali susunan alam
Menggali artifakmu lebih mendalam

Karna satu alasan walau itu buruk
Kucinta semua walaupun kau tak berbentuk
 Aku seperti Plato dalam pemahaman
Dunia indrawi bukan bentuk keindahan

Mungkin kau mengerti mungkin kau tidak
Masa lalumu seperti gading yang bisa retak
Mungkin kau sadari mungkin kau tidak
Tapi kuyakin kau tetap yang sempurna

Suara dari anak jalanan yang mencoba ngerap menirukan gaya Fade 2 Black ketika bernyanyi sementara yang satunya tepuk tangan dengan gelas bekas minuman mineral di tangan kirinya.

"Makasih pak." kata salah seorang anak jalanan yang baru saja mendapatkan lembaran uang seribuan dari pak sopir taksi yang ditumpangi Ratri. Mereka kemudian lari ke pinggir jalan di bawah lampu lalu lintas karena lampu sudah hijau. Ratri mencoba meresapi lirik demi lirik di lagu tersebut. Dia meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa dia harus bisa menerima dan mencintai Bagas walaupun Bagas tidak lagi seperti dulu. Hari ini Ratri mendapatkan kabar dari mertuanya bahwa Bagas telah siuman dan telah dipindahkan di ruang perawatan. Ratri tadi malam memang tak menunggui suaminya di rumah sakit, dia disuruh pulang oleh ibu mertuanya karena dua hari Ratri tak tidur selama di rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Ratri bergegas menuju kamar dimana Bagas dirawat. Ratri menangis ketika melihat suaminya dibebat perban hampir di seluruh tubuhnya-- hanya bagian mata dan mulut yang tak diperban. Kedua mertuanya keluar, membiarkan mereka saling menumpahkan rasa.

"Ma, aku ikhlas jika kau meninggalkanku dan aku rela jika kau mencari penggantiku. Apapun yang membuatmu bahagia aku akan ikut tersenyum." Bagas memecah suasana, karena dari tadi Ratri hanya menangis.
"Tidak pa, manusia macam apa aku jika hanya kau tak seperti dulu aku meninggalkanmu. Bahagiaku adalah selalu bersamamu, Pa." air mata Ratri mengalir semakin deras.
 "Tapi aku tak sempurna lagi, Ma. Aku tak seperti dulu."
"Bukankah dulu kau juga tak sempurna? dulu kau sendiri yang bilang kalau semua manusia tak ada yang sempurna. Dan kau sendiri pula yang mengatakan bahwa sempurna itu ketika kita mampu menerima ketidaksempurnaan. Masih ingatkah kau mengatakan itu saat kita mengetahui bahwa aku tak mampu memberikanmu keturunan karena rahimku harus'diangkat' karena mengalami peradangan." Tangis Ratri semakin menjadi.
"Tapi untuk menghapus air matamu saja aku tak mampu, Ma."
"Aku bisa menghapusnya sendiri, Pa."
"Tapi Ma.."
"Tak ada lagi tapi, kau juga dulu yang mengatakan bahwa kita tak pernah terikat tapi kita bergandengan, karena ada rasa sakit dan paksaan dalam ikatan. Sekarang kita serahkan segalanya pada Sang Maha Sempurna, biarlah dua orang yang tak sempurna ini menjalani hidup dengan bahagia." Ratri menggengam tangan Bagas dengan erat. Kemudian Ratri menyanyikan lagu untuk Bagas..

Meski lemah kau tetap hal yang terindah
Kau yang terindah
Meski rapuh kau tetap hal yang terindah
Kau yang tak sempurna

Kukagumi kelemahanmu
Kucintai semua kekuranganmu
Itu bagiku indah
Kau yang tak sempurna

Tanpa sadar dua butiran air mata nampak di mata Bagas. Keduanya menangis bahagia sambil saling menggenggam tangan.

Ketika kita mampu mencintai dan menerima kelemahan dan kekurangan maka lahirlah rasa kesetiaan. Kadang kita memang tak mengerti dengan apa yang diberikan hidup. Hidup memang bukan untuk dimengerti tapi harus dijalani.


@AriOtnaigus :)